Dulu, banyak penulis atau sastarawan lahir di kabupaten/kota di Riau. Tetapi kini, hanya satu-dua yang muncul. Perlu gerakan membangkitkan sastra di Riau.
RIAUPOS.CO - PERKEMBANGAN sastra di kabupaten/kota (daerah) di Riau saat ini masih belum menggembirakan meski banyak penulis otodidak yang muncul dari sana. Ini berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya ketika beberapa daerah banyak melahirkan penulis sastra yang lumayan terbilang. Di masanya, Bengkalis dan Rokan Hilir (Rohil) melahirkan sastrawan yang lumayan banyak. Juga dari beberapa daerah lain.
Sekadar menyebut nama, Sudarno Mahyudin sangat dikenal sebagai sastrawan Riau asal Bagansiapiapi (Rohil). Kemudian ada nama Musa Ismail (Bengkalis), atau Hafney Maulana (Indragiri Hilir). Mereka belajar dan tunak berkarya di daerah masing-masing. Karya-karya mereka juga lumayan dikenal oleh pembaca di Riau secara luas.
Namun belakangan, generasi penerus mereka di daerah masing-masing kurang terlihat. Jika pun ada, tak banyak, dan hanya bisa dihitung dengan jari. Dua di antaranya adalah Romi Afriadi (Kampar) yang baru meluncurkan buku kumpilan cerpen pertamanya, Darah Pembangkang. Kemudian ada Jeli Manalu (Indragiri Hulu) yang sudah menerbitkan dua buku kumpulan cerpen, yakni Kisah Sedih Sepasang Sepatu dan Kucing Penunggu Susteran.
Romi dan Jeli berkarya secara otodidak di daerah masing-masing. Keduanya banyak berhubungan dengan beberapa sastrawan Riau dan Indonesia hanya melalui grup-grup media sosial seperti Facebook atau WhatSapp (WA). Setelah itu mereka berjuang sendiri menembus belantara media daerah maupun nasional. Beberapa karya mereka kemudian dimuat di beberapa media dan akhirnya menjadi buku tunggal. Mungkin banyak penulis yang melakukan hal yang sama seperti Romi dan Jeli, dan mereka terus berjuang untuk menembus ketatnya persaingan dunia penulisan serius (sastra).
Salah seorang peserta lomba baca puisi dalam Festival Sastra Sungai Jantan II 2022 sedang melakukan aksinya di panggung. (DISDIKBUD SIAK RIAU POS)
Pada posisi ini, peran pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan atau Dinas Kebudayaan, juga lembaga-lembaga semi pemerintah seperti Dewan Kesenian Kabupaten/Kota (DKP) dan lainnya perlu ada. Sebab, dunia penulisan ini juga bagian dari pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Pelatihan, festival, workshop, dan lainnya adalah sarana-sarana yang perlu diadakan agar mereka memiliki ruang untuk belajar dan berkreasi.
Salah satu contoh daerah yang sudah mengupayakan hal itu adalah Kabupaten Siak. Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaa, kabupaten ini sudah dua kali menyelenggarakan Festival Sastra Sungai Jantan. Kegiatannya adalah lomba penulisan cerpen, puisi, dan naskah drama. Kemudian lomba baca puisi dan pelatihan/workshop teater dan beberapa kegiatan lainnya. Tahun 2022 ini adalah kegiatan kedua yang sudah dilakukan.
***
ZULKARNAIN Al Idrus, salah seorang inisiator Festival Sastra Sungai Jantan yang menjabat sebagai Kasi Pengembangan, Pembinaan Bahasa, dan Tradisi, pada Bidang Kebudayaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Siak (ketika itu), bercerita, ketika dia dipindahkan di jabatan tersebut Juli 2018, dia melihat kondisi saat itu pada seksi yang ia tempati tidak ada satu pun program kegiatan. Saat itu dia berpikir, apakah benar memang tidak diberi anggaran atau memang tidak pernah diusulkan. Sebab, menurutnya, dengan tidak adanya kegiatan tersebut, bagaimana bisa mewujudkan Visi Kabupaten Siak pada waktu itu, yakni “Terwujudnya Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter, Berbudaya Melayu, dan Agamis”, yang salah satu misinya adalah “Mewujudkan Pelestarian Kebudayaan dan Bahasa Daerah”.
Sebulan setelah setelah itu, Wak Zul –begitu dia dipanggil koleganya-- ditugaskan untuk mengikuti Diklat Pimpinan IV, yang salah satu tugas pentingnya adalah menciptakan sebuah proyek perubahan. Seperti gayung bersambut, pada kesempatan ini yang diu ingin menciptakan sebuah proyek perubahan untuk mewujudkan Visi Misi Kabupaten Siak, diperkuat dengan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Berbahasa dan Berpakaian Melayu, dan juga sejalan dengan jargon Kabupaten Siak “Siak The Truly Malay” yakni “Melayu yang Sesungguhnya”.
“Kondisi inilah yang membuat saya berpikir untuk membuat sebuah proyek perubahan dengan tema besar ‘Aktualisasi Sastra dan Seni Peran dalam Pelestarian Bahasa Melayu di Kabupaten Siak’,” kata Wak Zul kepada Riau Pos, Kamis (8/12/2022).
Mengapa sastra dan seni peran yang dipilih, menurut dia, karena masyarakat Melayu pada umumnya masih memegang teguh adat dan tradisi yang ada. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri karena adanya bukti-bukti berupa tradisi dan warisan budaya yang sangat berharga yang sebagiannya sampai saat ini masih eksis berkembang di tengah kehidupan masyarakat, namun sebagiannya lagi sudah mulai dilupakan, bahkan sudah mendekati kepunahan. Salah satunya adalah teater tradisi yang dulunya disebut Sandiwara Bangsawan/Drama Bangsawan/Teater Bangsawan yang memiliki atau memuat unsur seni peran.
Sedangkan sastra selalu mampu memikat perasaan dan pikiran setiap pembaca. Sastra dapat dinikmati oleh semua kalangan termasuk anak-anak. Nilai-nilai karakter dalam sastra merupakan kekuatan yang dapat dimunculkan dalam berbagai cerita, meliputi tokoh, alur cerita, ataupun pesan yang ada di dalamnya. Karena itulah, kata lelaki yang juga seorang Youtuber ini, pentingnya sastra dan seni peran sebagai kekuatan untuk mempertahankan dan melestarikan budaya Melayu di Kabupaten Siak.
Dijelaskannya, langkah awal yang dilakukannya adalah melalui swadaya masyarakat dengan melibatkan dan menggerakkan komunitas, serta mengusulkan kegiatan pada anggaran perubahan 2018 berupa Workshop Sastra 2018 yang saat itu narasumbernya adalah Marhalim Zaini. Dia bersyukur, kegiatan yang diusulkan itu disetujui meskipun dana yang dialokasikan tidak besar, hanya bisa mengakomodasi 25 orang peserta. Namun sebagai langkah awal, menurutnya, itu sudah lumayan.
Pada tahun berikutnya, yakni 2019, kegiatan yang lumayan lebih besar bisa diselenggarakan, yakni Festival Sastra Sungai Jantan dan Pementasan Teater Bangsawan. Namun, malang tak berbau. Kegiatan ini lumayan sukses diselenggarakan yang pesertanya berasal dari berbagai kabupaten dan kota di Riau. Sayangnya, program kegiatan yang dirancang pada tahun 2018-2019, tidak dapat terealisasikan pada tahun 2020-2021, dikarenakan karena pandemi corona. Kegiatan itu baru bisa terealisasikan dengan baik pada tahun 2022, baik dalam aktualisasi sastra maupun dalam aktualisasi seni peran dalam pelestarian Bahasa Melayu di Kabupaten Siak, termasuk Festival Sastra Sungai Jantan II.
Wak Izul senang karena kegiatan yang telah diinisiasinya dan diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Siak mendapat sambutan baik dari masyarakat. Terasa ada gairah baru dalam dunia kepenulisan di Siak. Menurutnya, ini adalah awal, dan dia yakin jika kegiatan seperti ini terus berlangsung secara berkesinambungan, akan banyak lahir penulis dari Siak di kemudian hari.
Menurut dia, saat ini sudah banyak penulis sastra Siak yang sudah mampu bersaing, setidak di tingkat Provinsi Riau. Ini dibuktikan muncul beberapa nama dalam iven-iven sastra yang dilaksanakan di tingkat provinsi, baik dilaksanakan oleh pihak swasta, lembaga kesenian maupun pemerintahan. Sekadar menyebut nama, misalnya ada M Arief Al Husein, Dodi Dosh, Lusi Afriani, Toni Busra, dan beberapa nama lainnya.
“Meskipun saya tak terlalu yakin apakah ini dampak dari kegiatan sastra yang kami buat, atau mereka sudah punya kemampuan dan gairah menulis jauh dari sebelum diadakankan kegiatan sastra yang saya laksanakan di Siak. Namun apa pun itu, ini merupakan hal yang sangat mengembirakan,” jelas Zulkarnain penuh semangat.
Menurut Zulkarnain, meskipun terlambat sadar, kini Pemkab Siak mendukung penuh kegiatan-kegiatan sastra di Siak. Ini dibuktikan dengan berlanjutnya Festival Sastra Sungai Jantan 2023 yang sudah disetujui dan dianggarkan, dan ditetapkan sebagai iven tahunan di Siak. Dia berharap iven ini akan lebih besar lagi dan diikuti lebih banyak peserta dibanding penyelenggaraan sebelumnya.
Sebagai salah seorang inisiator dan fasilitator Festival Sastra Sungai Jantan dan kegiatan lainnya, dia berjanji akan terus berupaya mempertahankan helat Sastra di Siak hingga tahun-tahun berikutnya. Dia juga berharap akan muncul iven serupa yang lebih besar lagi. Tidak hanya Se- Kabupaten Siak, namun bisa se-Provinsi Riau, bahkan jika perlu tingkat nasional.
Dijelaskannya lagi, jika pada Festival Sastra Sungai Jantan 2019 hanya dilaksanakan 3 cabang lomba yakni cipta puisi, cipta cerpen dan cipta naskah drama, dan 2022 masih 3 cabang lomba yakni cipta puisi, cipta cerpen dan menulis cerita rakyat, untuk 2023 akan menjadi 6 cabang lomba, yaitu cipta puisi, cipta cerpen, cipta naskah drama, menulis cerita rakyat, cipta pantun, dan cipta syair. Selain lomba khusus untuk warga siak, beberapa cabang lomba kemungkinan ada yang diperlombakan untuk tingkat Riau.
“Semoga hal itu terwujud. Inilah salah satu bentuk komitmen kami, saya dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Siak, untuk perkembangan sastra di Siak dan juga Riau,” jelas Zulkarnain.
***