Dalam budaya Melayu, pengembaraan adalah bagian penting kehidupan dan proses ’menjadi’ (process of being). Berbagai narasi tertulis maupun lisan mengisahkan tentang pengembaraan. Misalnya, kisah tentang tokoh-tokoh utama dalam naratif Melayu seperti Hikayat Hang Tuah dan Koba Panglimo Awang (tradisi lisan di Rokan).
(RIAUPOS.CO) -- PENGEMBARAAN mengajarkan keterbukaan pada perbedaan, sehingga orang Melayu dikatakan memiliki sifat seperti air, encer, dan inklusif. Watak ini pula yang diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke genarasi berikutnya, hingga sekarang. Alih-alih menolak dan menutup diri, orang Melayu justeru menerima apa dan siapa saja yang datang, dalam berbagai perbedaan latar bahasa maupun budaya. Pengkaji seperti Prof Henk Maier (1997) menggambarkan proses sosial merangkul sesiapa yang datang ke haribaan Melayu itu sebagai “bermain adik-beradik”; sebuah situasi sosial di mana orang Melayu memerankan peranan bak saudara bagi orang lain. Watak seperti ini menjadikan Riau sebagai rumah yang ramah bagi berbagai bangsa dan etnik, dari dulu sampai sekarang. Watak ini pula yang mendasari hubungan luas orang Melayu ketika berinteraksi dengan berbagai bangsa sewaktu mereka mengembara.
Pada pekan ketiga dan keempat Maret 2019 yang lalu, kelompok musik Riau Rhythm Chambers Indonesia (RRCI) yang dinakhodai Rino Dezapati Mby, berkesempatan mempersembahkan serangkaian karya musik mereka di beberapa kota di Spanyol dan di Lisbon Portugal. Persembahan-persembahan di Spanyol (di kota-kota Asturias, Sevilla, Barcelona, dan Madrid) ditaja oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai bentuk balasan kunjungan dan konser bersama Vinculos Spanyol di Indonesia (termasuk Pekanbaru) pada Agustus 2018 yang lalu. Sedangkan lawatan ke Lisbon Portugal ditaja Pemerintah Provinsi Riau, Bank Riau-Kepri, dan APRIL Group; didukung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Portugal. Program di Lisbon bertajuk Dialog Budaya Riau (Indonesia) - Portugal, berisikan tiga kegiatan utama, yaitu diskusi bertema “Jejak-jejak Portugis di Alam Melayu”, Konser “Panglima Awang Menunggang Gelombang”, dan Bengkel (Workshop) Musik Riau Rhythm. Ketiga kegiatan di Portugal itu dilaksanakan 24-25 Maret 2019.
Jelajah Ingatan
Lima abad yang lalu (1519), rombongan yang dipimpin oleh seorang Portugis bernama Fernão de Magalhães (Spanyol: Fernando de Magallanes) atau yang biasa kita sebut Ferdinand Magellan (1480-1521) berangkat dari Sevilla Spanyol, memulai penjelajahan mengarungi samudera untuk mengelilingi dunia. Penjelajahan selama tiga tahun (sampai 1521) itu bertujuan menyingkap lebih lebar potensi dan kemungkinan-kemungkinan perdagangan komoditas emas dan rempah-rempah dari Nusantara.
Bagaimanapun, setelah armada Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque menaklukkan Melaka pada 1511, potensi perdagangan kedua komoditas penting itu belum seutuhnya dipetakan. Misalnya, emas; yang diketahui saat itu barulah kabar tentang adanya sebuah Pulau Emas (Sumatera). Demikian pula rempah-rempah dari Nusantara (terutama dari pulau-pulau di bagian Timur). Maka, pengetahuan tentang kedua komoditas utama itu perlu diperluas serta diperdalam, sekaligus menyusun peta perdagangannya ke seluruh dunia. Jadi, pemicu dari proyek penjelajahan Magellan itu adalah penguasaan ekonomi atas komoditas-komoditas berharga. Dalam konteks ini memang terasa dekatnya makna menjelajah dan menjajah. Sebab, kemudian setelah penjelajahan Magellan, sejarah pertuanan di Nusantara memasuki ruang gegap-gempita persaingan dan pertarungan kekuasaan dengan berbagai bangsa di dunia (seperti Portugis, Belanda, Spanyol, dan Inggris), yang berangsur-angsur tapi pasti melucuti kemandiriannya, lalu berujung pada bentuk keterjajahan berbilang abad.
Lawatan ke Portugal membawa ingatan kesejarahan itu, tapi dalam semangat dan kesadaran anak-anak bangsa yang merdeka. Dengan demikian, lawatan itu bukanlah semacam tikam jejak keangkuhan dari kejayaan dan/atau kepedihan dari kekalahan sesuatu bangsa dalam dinamika sejarah kekuasaan, tetapi memberi ruang kepada semangat dan akalbudi anak-anak masa kini yang memungkinkan hadirnya tindakan-tindakan kesejarahan. Oleh karena itu, lawatan ke Lisbon diawali dengan kegiatan ‘Dialog Budaya’. Dialog mengandaikan dua atau lebih pelaku yang saling bertutur dalam kedudukan yang setara.
Dialog yang dihadiri 30-an orang Portugis itu dilaksanakan pada 24 April 2019 petang; bertempat di Academia Almadense (Akademi Seni Almada). Temanya “Menjelajah Ingatan”. Dr Gijsbert L Koster (peneliti dan mantan dosen di Universitas Minho Portugal) mengawali dialog dengan memberikan “Sketsa Kesejarahan Portugis di Nusantara, 1509-1641”; sebuah sketsa yang sangat kaya informasi mengenai keberadaan Portugis di Nusantara dalam catatan sejarah. Kemudian, Al azhar (Riau) membentangkan “Portugis dalam Ingatan Kolektif Melayu Riau”, yaitu tentang ingatan komunal yang mengekalkan kepingan-kepingan yang peninggalan Portugis dalam budaya materi maupun dalam tradisi lisan. Sedangkan Sita Rohana (BPNB Kepulauan Riau) membentangkan “Pengembaraan Riau Rhythm” yang mengelaborasi penjelajahan Magellan, tokoh Portugis, dengan pengembaraan yang dilakukan Riau Rhythm dalam kreativitas bermusik mereka. Ketiga diskusi ini mengangkat tema pengembaraan, baik pengembaraan dalam makna ekstensif maupun intensif, untuk keluasan dan kedalaman.