Menanti Kekuataan Satu Peta

Riau | Selasa, 22 Mei 2018 - 11:21 WIB

Menanti Kekuataan Satu Peta
EKS TRANSMIGRASI: Warga Desa Bandar Jaya, Kecamatan Siak Kecil, Bengkalis melihat sisa-sisa bangunan eks transmigrasi yang saat ini dijadikan kebun sawit oleh perusahaan. (SOLEH SAPUTRA/RIAU POS)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Wadi Wirokip, warga Desa Bandar Jaya, Kecamatan Siak Kecil, Bengkalis ini hanya bisa melihat sisa-sisa bangunan yang telah rata de­ngan tanah. Tidak semua sisa bangunan jelas terlihat. Hanya tinggal beberapa bongkahan batu pondasi yang tampak di antara lebatnya tanaman kelapa sawit. 

Padahal 35 tahun lalu, daerah ini adalah lokasi transmigrasi yang dibuka sejak 1981. Namun karena kerap terjadi banjir, dua tahun kemudian sebagian transmigran memilih pindah ke lokasi yang lebih tinggi.  Tidak jauh dari lokasi pemukiman lama mereka. Tak ayal, kondisi itu membuat lokasi perumahan transmigrasi tersebut kosong.

Baca Juga :Di COP 28, PSKL KLHK Akui Peran Adat Guna Atasi Perubahan Iklim

”Karena lokasi pemukiman transmigrasi itu banyak yang kosong, akhirnya tahun 2007 ada perusahaan yang datang dan mengatakan lokasi itu akan dikelola pihak perusahaan menggunakan sistem kerja sama dengan masyarakat. Sehingga saat itu masyarakat tidak perlu mengelola lagi lokasi tersebut,” kata Wadi.

Namun setelah sawit tertanam  dan mulai berproduksi sekitar tahun 2012, masyarakat yang akan meminta haknya diabaikan pihak perusahaan begitu saja. Perusahaan tidak mengakui adanya lahan masyarakat yang saat ini sudah tertanam kelapa sawit. Padahal sebagian lokasi yang ditanami sawit, dahulunya adalah lahan milik sekitar 400 kepala keluarga, warga transmigrasi yang rata-rata berasal dari Jawa Timur.

“Saat warga bertanya mana haknya, justru pihak perusahaan bertanya lahan milik masyarakat itu yang mana. Padahal jelas-jelas lokasi perusahaan itu berada di Desa Bandar Jaya,” sebut Wadi.

Persoalan tumpang tindih kepemilikan lahan tersebut, menurut Wadi juga sudah dilaporkan kepada dinas terkait di Kabupaten Bengkalis. Bahkan pihak dinas juga sudah menyatakan legalitas perusahaan itu juga belum jelas. Atas dasar itu, perwakilan masyarakat difasilitasi anggota DPRD Riau juga sudah mengadukan hal itu kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Namun pascapengaduan itu, belum ada informasi lebih lanjut yang diterima pihaknya terkait penyelesaian konflik yang ada.

“Saat bertemu dengan Bu Menteri pada 10 November 2017 lalu, sudah kami sertakan sekaligus berkas-berkas pendukung. Pihak kementerian saat itu mengatakan sudah menerima berkas dan akan segera mempelajarinya, namun hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut,” sebutnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook