Tidak hanya di Kabupaten Bengkalis, permasalahan tumpang tindih lahan juga banyak terjadi di daerah lainnya di Riau seperti di Pelalawan. Masyarakat Desa Sotol, Kabupaten Pelalawan, melaporkan dugaan tindak pidana kehutanan yang dilakukan PT Mitra Unggul Pusaka (PT MUP) ke Polda Riau. PT MUP diduga telah melakukan penanaman sawit di dalam kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi tetap atau di luar izin HGU mereka dengan luas sekitar 500 ha lebih.
PT MUP beroperasi di Desa Sotol, Kecamatan Langgam sejak 1985 menanam karet, namun sejak replanting selanjutnya pada 1996 PT MUP menanam kelapa sawit. Selain Desa Sotol, konsesi PT MUP meliputi beberapa desa lainnya. Yakni Desa Segati, Pangkalan Gondai, Penarikan, dan Langkan di Kecamatan Langgam.
“Sejak awal kehadirannya PT MUP tidak mendapat dukungan masyarakat setempat. Untuk menguasai lahan PT MUP memaksa masyarakat menyerahkan lahannya dengan memanfaatkan elite pemerintah setempat agar masyarakat mau diganti rugi oleh PT MUP dan diancam menggunakan aparat penegak hukum,” kata Tarmizi, masyarakat Desa Sotol.
Akibat operasi PT MUP sejak 1985 tersebut, masyarakat kehilangan akses dari hutan dan ladang untuk tanaman pertanian padi. Selain itu juga kehilangan akses atas hasil hutan yang sebelumnya dimanfaatkan masyarakat berupa damar, madu, rotan dan lainnya karena hutan diganti menjadi perkebunan sawit.
“Dampak lainnya, akibat aktivitas pabrik kelapa sawit PT MUP Sungai Segati menjadi tercemar dan hasil tangkapan ikan nelayan menurun,” kata Tarmizi.
Tarmizi mengatakan, nantinya kawasan hutan yang dikuasai PT MUP diharapkan bisa dikembalikan sebagai hutan dan diberikan kepada masyarakat Desa Sotol dalam bentuk perhutanan sosial.
“Kami telah mengusulkan lokasi yang dikuasai PT MUP tersebut untuk bisa dikelola masyarakat melalui skema perhutanan sosial,” kata Tarmizi.