KOLOM HARY B KORIUN

Pers Kita

Perca | Minggu, 27 Desember 2015 - 00:53 WIB

Pers Kita

Bahwa pemerintah benar-benar tak ikut campur sebagaimana yang dilakukan Orde Baru, juga Orde Lama, adalah hal yang pantas diapresiasi karena di negara-negara tetangga kita yang selama ini dianggap maju dunia persnya, seperti Singapura, Malaysia, atau Thailand, kebebasan persnya tak seperti kita. Mereka masih menerapkan pers otoritarian, teori pers tertua, yang memungkinkan swasta memiliki lembaga pers, tetapi kontrol tetap dilakukan oleh penguasa. Hal yang dilakukan Orde Baru dan Orde Lama, yang mengontrol pers hingga ke akarnya dengan alasan demi kepentingan negara.

Namun, di luar persoalan tersebut, baik dari internal persnya maupun pemahaman masyarakat tentang kebebasan pers, belum mendalam. Banyak media dan wartawan yang belum memahami fungsi kebebasannya dengan segala konsekuensi. Bahwa kebebasan pers bagi mereka adalah kebebasan untuk melakukan apa saja, atau memberitakan apa saja tanpa mengenal etika. Akibatnya, banyak terjadi kasus pers. Masyarakat yang melek pers, ketika harus berhadapan atau konflik dengan pers, tahu kelemahan institusi pers yang hanya bermodal semangat tersebut.

Baca Juga :Napoleon (2)

Sebaliknya, di seberang pagar, lembaga-lembaga di luar pers, termasuk lembaga pemerintah, juga banyak yang belum memahami kebebasan pers yang diberikan. Mereka masih menganggap kondisi sekarang seperti zaman Orba, yang semuanya diatur pemerintah. Benturan di lapangan sering terjadi.

Dan di luar itu semua, pers ternyata masih mudah dibelah oleh kepentingan politik. Dalam Pilpres 2014 lalu, atau dalam pesta-pesta Pilkada, pers dengan mudah dimanfaatkan kelompok-kelompok.  Dalam Pilpres 2014 misalnya,  muncul dua blok bersamaan dengan adanya dua blok calon presiden. Kedua-duanya merasa yang paling benar dan tak menyadari bahwa masyarakat kita sebagian sudah dewasa dalam memahami. Namun, banyak juga masyarakat yang masih membutakan diri dalam membela kelompoknya, sehingga sepaham dan sebahasa dengan pers yang menjadi pendukung salah satu kelompok tersebut.

Hal itu masih berlangsung hingga kini, sehingga dalam berbagai pertarungan politik, pers juga seperti ikut dalam pertarungan politik tersebut. Bahkan, ada pers yang dengan sadar dan berani membodohi masyarakatnya, misalnya soal hitung cepat hasil Pilpres maupun Pilkada.Inilah pekerjaan rumah yang berat bagi kita untuk menempatkan pers sebagai lembaga yang independen dan mencerdaskan masyarakat. Namun yang lebih penting lagi adalah menjaga agar pers, terutama pers cetak, tetap menjaga nyala apinya, agar tak tergerus oleh kemajuan teknologi yang memungkinkan media internet berkembang pesat. Sebab, jika nyala dan sentuhan itu tak muncul, maka itulah yang dilakukan Rebekah Brooks dan NoTW: membabi buta, dan akhirnya menggali lubangnya sendiri. @harybkoriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook