KOLOM HARY B KORIUN

Pamuk

Perca | Selasa, 01 Desember 2015 - 00:02 WIB

Pamuk

MUSTAFA Kemal Pasha menyadari betapa pentingnya Turki menjadi bangsa yang modern bergaya Eropa. Memisahkan agama dari pemerintahan, menurutnya, adalah sebuah cara yang pas. Cara itu, menurutnya, bukan berarti menghalangi para pemeluk Islam untuk beribadah. Namun, dia sadar bahwa dengan dogma dari agama yang keras dan kaku, bisa membuat bangunan Turki modern akan runtuh. Maka, dia membuat peraturan bahwa menggunakan hijab, apalagi cadar, bagi wanita, akan memperlihatkan sebuah Islam yang “suram”, Islam yang tak mencerahkan, Islam yang tak memperlihatkan persahabatan.

Apa yang dilakukannya itu, ditentang banyak orang. Namun dia jalan terus, dan mewariskan Turki yang modern hingga kini, tanpa ada yang bisa menghancurkan fondasi yang dia bangun itu. Itu yang menjadi pijakan Pamuk dalam karya-karyanya, termasuk Snow.

Baca Juga :Napoleon (2)

Gaya ala Eropa Turki ini terlihat ketika militer Turki dengan berani menembak  jet Rusia Su-24 yang dianggap masuk wilayahnya. Padahal, pesawat itu digunakan Rusia untuk melakukan pemboman terhadap Islamic State Iraq and Syiria (ISIS) yang sedang menghancurkan Suriah dan Irak secara bersamaan.

Presiden Vladimir Putin mengancam apa yang dilakukan Turki itu mengandung konsekuensi serius. Dia menyindir Turki sebagai kaki tangan teroris  (ISIS) yang menusuk Rusia dari belakang bersama NATO ketika Rusia berusaha keras menghancurkan ISIS.

Analis militer Rusia, Pavel Felgengauer, malah lebih jauh mengatakan apa yang dilakukan Turki bisa memicu perang nuklir. Dia mengatakan, Moskow sedang berpikir apakah akan membiarkan atau membuat tindakan perang terhadap Turki –yang disokong NATO. Jika perang itu terjadi, Turki hanya bisa mengalahkan Rusia jika memakai nuklirnya. Jika perang ini terjadi, inilah konflik terbuka pertama kali antara anggota NATO melawan Rusia selama hampir 50 tahun terakhir.

Namun, Turki tetaplah Turki. Dengan mental bajanya, Perdana Menteri Ahmet Dayutoglu mengatakan bahwa dia tak takut dengan perang apapun demi kedaulatan wilayahnya. Dia mengaku memerintahkan penembakan pesawat itu. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, juga menyalahkan Rusia yang dia anggap melanggar wilayah udara Turki, meski Rusia dengan data radar telah menyangkal tuduhan itu, terlebih faktanya pesawat jet itu jatuhnya di wilayah Suriah, bukan Turki.

Di luar persoalan itu, sudah sejak lama Turki mengubah dirinya  menjadi negara “pemberani”. Sebenarnya Turki ingin menjelaskan bahwa mereka memiliki sejarah kebesaran di masa lalu di zaman Dinasti Otoman yang mampu menaklukkan Konstantinopel dan beberapa wilayah di Eropa. Di bawah pemerintahan Suleiman Agung, Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu negara terkuat di dunia, imperium multinasional dan multibahasa yang mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Tanduk Afrika. Penyebaran Islam di wilayah-wilayah tersebut yang eksis hingga kini, adalah bukti sahih.

Barangkali, Pamuk sangat setuju dengan apa yang terjadi di negaranya sekarang: Turki adalah negara besar yang dengan pemisahan agama dan pemerintahan telah mampu menjelaskan kepada dunia bahwa mereka adalah sebuah kekuatan yang tak takut dan takluk oleh negara manapun. Barangkali. Ini jelas berbanding terbalik dengan kritik tajamnya: bahwa Turki punya dosa masa lalu tentang pembunuhan massal terhadap orang-orang Armenia...  @harybkoriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook