Sastra lisan yang dilantunkan para ibu pendahulu ini sudah banyak yang
hilang, seperti terputus. Maka kewajiban para penyair perempuan untuk
mengusungnya kembali, mengangkatnya ke permukaan melalui karya-karya
puisi. Tidak hanya sastra lisan, tapi juga keseluruhan dari ketulusan
dan kekuatan perempuan dinilai mampu mengubah dunia, tentu dengan segala
lika likunya. Salah satunya mengubah wajah kerajaan
Melayu seperti yang
mereka temui selama mengikuti ziarah budaya ke makam pahlawan-pahlawan
kerajaan Melayu di Bintan. Ada kekuatan Tun Fatimah, Tengku Tengah, Siti
Kamariah, termasuk Aisyah Sulaiman, pujangga besar pada zamannya.
Belajar dari itu semua, maka PPI dirasa perlu hadir agar peran sastrawan
dan penyair perempuan bagi Indonesia juga lebih terlihat.
"Dengan PPI, semoga perempuan bisa lebih menggali maksimal kekuatan
yang mereka miliki, kekuatan seorang ibu, kekuatan seorang istri,
kekuatan dirinya sebagai perempuan. Kekuatan itu semoga bisa
mengharumkan perempuan dalam dunia kepenyairan di Indonesia dan bisa
mengharumkan Indonesia melalui puisi. Jadi, bukan karena kami merasa
ingin lebih dari lelaki, merasa kalah atau ditinggalkan, bukan. Tapi
ingin menggali potensi yang dimiliki perempuan seperti yang dimiliki
perempuan-perempuan terdahulu, ibu-ibu terdahulu. Mereka pahlawan satra,
terutama sastra lisan. Nandung, batimang, dodoi, ratik yang penuh pesan
dan harapan siapa yang melantunkan, ibu, perempuan. Ini jangan sampai
hilang. Saya mengajak perempuan lain, khususnya penyair dan sastrawan,
kembalilah pada tradisi, menyusulah pada tradisi,’’ kata Kunni.
Lahirnya
PPI di Tanjungpinang ini mendapat sambutan hangat dari seluruh peserta
bahkan sastrawan dan penyair seluruh Indonesia yang tidak hadir dalam
pertemuan tersebut. Semua itu bisa dilihat dari riuhnya perbincangan
tentang PPI di berbagai media sosial dan grup-grup Whatshap
sastra.’’Kenapa PPI lahir, tentu mereka ingin lebih baik. Dan mereka
lahir setelah mempelajari tokoh-tokoh perempuan Melayu pada zaman
kerajaan Melayu. Mereka sangat berpengaruh bagi kerajaan. Inilah yang
ditemui Kunni dan teman-temannya itu saat mengikuti Festival Sastra
Gunung Bintan ini. Semangat tulus, semangat juang dari tokoh-tokoh
perempuan Melayu inilah yang ingin mereka usung dalam diri mereka untuk
sastra Indonesia. Bagus, sebuah niat yang bagus,’’ kata Rida pula.***
Laporan FEDLI AZIS, Pekanbaru