JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- KPK akhirnya mengungkap mengapa tersangka kasus suap komisioner KPU, Harun Masiku tidak kunjung tertangkap. Harun diketahui sedang berada di luar negeri. Sementara itu, penyidik KPK akhirnya memulai penggeledahannya di kantor KPU terkait kasus ini. Sayangnya, nasib penggeledahan di partai yang bersangkutan, yakni PDIP, masih buram.
Keberadaan Harun di luar Indonesia itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Senin (13/1).
"Info yang kami terima memang sejak sebelum adanya tangkap tangan, yang bersangkutan sedang di luar negeri," jelas Ghufron kemarin.
Namun, dia tidak memerinci di negara mana tepatnya Harun bersembunyi. Ghufron menyatakan, kemarin siang pihak KPK sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Ditjen Imigrasi terkait keberadaan Harun tersebut. Sebelumnya, KPK mengimbau agar Harun menyerahkan diri guna kepentingan penyidikan dan kesempatan baginya untuk menjelaskan duduk perkara.
"Kalau pun tidak, nanti kami akan tetap cari dan kami masukkan dalam DPO (daftar pencarian orang, red)," lanjutnya.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, untuk saat ini KPK bergantung pada Imigrasi untuk memulangkan kembali Harun. "Karena pihak Imigrasi yang paham terkait perlintasan orang masuk dan keluar Indonesia. Dulu juga kita lakukan terhadap para tersangka korupsi," jelasnya secara tertulis.
Firli menegaskan, kasus ini tidak terkait dengan permintaan atau kepentingan tertentu. Dia berharap publik memberikan waktu untuk menuntaskan proses penyidikan hingga fakta terkumpul secara utuh.
"Prinsipnya, penegakan hukum harus menghormati asas hukum dan HAM, tidak boleh melanggar hukum itu sendiri. Beri kesempatan penyidik bekerja dan kita beri dukungan," lanjutnya.
Menurut catatan Ditjen Imigrasi, Harun Masiku meninggalkan Indonesia sehari sebelum OTT dilakukan terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Dalam data perlintasan, yang bersangkutan keluar tanggal 6 Januari 2020," jelas Kabag Humas dan Protokol Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang kemarin.
Harun diketahui pergi ke Singapura. Arvin menambahkan, Imigrasi hingga kemarin masih menunggu penyidik KPK jika ada permintaan pemulangan tersangka. "Kami menunggu dari pihak penyidik untuk selanjutnya. Apabila akan dilakukan pemulangan tentunya kami akan bekerja sama," lanjut dia.
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman menegaskan, Presiden Joko Widodo tidak akan cawe-cawe dalam kasus OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Presiden menyerahkan sepenuhnya kepada hukum. Meskipun kasus tersebut menyeret nama petinggi PDIP yang merupakan partai pengusung Jokowi, Fadjroel menyebut bukan masalah. Dalam sistem hukum Indonesia, aturan berlaku untuk semua orang. Karena itu, Presiden tidak akan melindungi siapapun.
"Tidak akan (melindungi). Negara ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Jadi negara berdiri dan berlaku untuk siapapun itu," tegasnya.
Sebaliknya, Istana akan memproses apa yang menjadi kewenangannya. Misalnya, pergantian komisioner pascamundurnya Wahyu Setiawan. Fadjroel menuturkan, untuk proses pergantian, pihaknya masih menunggu surat pengunduran diri yang diajukan Wahyu. Jika surat tersebut sudah sampai, Istana akan memproses dan menjalin komunikasi dengan penyelenggara pemilu lainnya.
"Presiden Jokowi akan meminta pendapat langsung dari KPU, Bawaslu, dan DKPP," tuturnya.
Terkait kritik terhadap keberadaan Dewas KPK yang dinilai menghambat kecepatan kerja penyidik, Istana meminta untuk tidak cepat mengambil kesimpulan. Menurut Fadjroel, dewas harus diberi waktu sebelum dievaluasi. Dia juga menegaskan, Perppu KPK belum diperlukan. "Pemerintahan Jokowi menghormati hukum positif yang ada. Kami hanya menjalankan apa yang menjadi undang-undang yang terbaru, yaitu UU 19 tahun 2019," ungkapnya.
Sementara itu, gagalnya upaya penggeledahan Kantor DPP PDIP disesalkan Komisi III DPR. Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa menegaskan, insiden tersebut menjadi bukti bahwa KPK sedang dilemahkan. Menurut dia, batalnya penggeledahan pasti berdampak pada hilangnya barang bukti yang dibutuhkan penyidik. Dalam konteks hukum acara, paparnya, seharusnya penggeledahan tidak boleh dihalang-halangi oleh siapapun.
"Apa yang terjadi saat ini membuktikan bahwa KPK dilemahkan," tegas Desmond di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan, penyidik harus bergerak cepat melakukan penggeledahan setelah operasi tangkap tangan. Jika penggeledahan ditunda dalam jangka waktu yang lama, barang bukti yang diperlukan bisa hilang.
Desmond bilang, keberadaan dewas ikut merintangi pekerjaan penyidik dalam menggeledah kantor DPP PDIP. Indikasi itu terlihat dari tidak adanya izin penggeledahan yang dibawa penyidik. Dia mengklaim, sejak awal fraksinya memang menolak keberadaan Dewas KPK.
"Penilaian dewas akan memperlemah KPK, ya terlihat saat ini. Bagian ini yang kami tentang keras," ujar politikus Gerindra itu.
Di sisi lain, tambah dia, kinerja dewas dalam pelaksanaan undang-undang KPK dinilai belum sempurna. Dia mendesak Presiden Jokowi agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengatur lebih detail tentang petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Juklak-juknis itu mengatur mekanisme hubungan antara dewas dan komisioner KPK.
"Sampai sekarang kan masih tumpang tindih. Hubungan dewas dan komisioner harus diklirkan melalui Perppu," jelas Desmond.
Sementara itu, kemarin penyidik KPK menggeledah kantor KPU. sejak menjelang pukul 12.00 rombongan penyidik hilir mudik di kantor sementara pimpinan KPU, yang meminjam gedung mess Bank Indonesia Menteng di samping gedung KPU.
"Yang saya lihat sekitar 20 orang, termasuk polisi yang mengawal," terang salah satu staf KPU yang menyaksikan kedatangan rombongan penyidik.
Penggeledahan berlangsung hingga malam dan berlangsung tertutup. Hingga berita ini selesai ditulis pukul 19.15, penyidik belum juga keluar. Mobil penyidik diparkir di halaman dalam mess dan wartawan tidak diberikan akses. Hanya bisa menunggu di luar pagar sembari sesekali melihat dari balik pagar dengan cara memanjat.
Ketua KPU Arief Budiman memastikan tidak semua ruangan digeledah oleh penyidik. "Khusus di ruangan Pak Wahyu saja," ujarnya di KPU, kemarin.
Ruangan tersebut sudah disegel KPK sejak kamis (9/1) lalu atau sehari setelah Wahyu ditangkap.
Saat penyidik datang, para pimpinan KPU sedang mengikuti sidang di Mahkamah Konstitusi. Namun, sudah ada komunikasi dengan sekjen dan para penyidik dipersilakan masuk. Sekjen juga menugasi beberapa staf untuk mempermudah penyidik memeriksa dokumen bila memang diperlukan.
Menurut Arief, sampai saat ini KPU belum dimintai dokumen tambahan untuk melengkapi bahan penyidikan. Begitu pula dengan pemanggilan pimpinan KPU sebagai saksi, sampai kemarin belum ada. meskipun demikian, pihaknya sudah siap bila sewaktu-waktu KPK meminta tambahan dokumen yang diperlukan.