JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri telah melayangkan surat pengunduran diri dari lembaga antirasuah tersebut sejak pekan lalu. Namun, Dewan Pengawasan (Dewas) KPK tetap menggelar sidang putusan kode etik terhadap Firli, Rabu (27/12).
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, sidang putusan Firli akan digelar lantaran permintaan pengunduran dirinya ditolak oleh Presiden. “Untuk rangkaian sidang sudah selesai Jumat (22/12) pekan lalu,” terangnya, Senin (25/12).
Ya, Firli melayangkan surat pengajuan pengunduran dirinya ke Presiden, Jumat (22/12) lalu. Namun, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) telah memberikan jawaban dan menolakan surat yang dilayangkan Firli. Pasalnya pernyataan berhenti dalam surat tersebut bukan merupakan salah satu syarat pemberhentian Pimpinan KPK.
Sesuai Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir UU Nomor 19 Tahun 2019, disebutkan hanya ada tujuh syarat pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan. Di antaranya meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan.
Untuk itu, Firli kembali melayangkan surat kedua pada Sabtu (23/12). “Yang intinya saya menyatakan mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK. Baik sebagai ketua merangkap anggota komisi pemberantasan korupsi,” terangnya.
Firli berharap surat keduanya itu diterima oleh Presiden. Mengingat dirinya telah melakukan perubahan surat sesuai dengan ketentuan di Pasal 32 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberhentian Pimpinan KPK.
Ketua IM57+ M Praswad Nugraha mengatakan,Firli mengundurkan diri sama sekali bukan karena menolak diperpanjang masa jabatannya. “Itu semata-mata ingin menciptakan persepsi di tengah masyarakat bahwa dia adalah martir karena perjuangan melawan korupsi,” paparnya.
Kedua, Firli Bahuri ingin menggunakan pendekatan yang pernah digunakan eks Wakil Ketua KPK Lili Pianturi Siregar. Dengan mengundurkan diri, dia ingin menghindari pertanggungjawaban etik pada saat proses etik diajukan.
Saat ini, menurutnya mutlak Polda Metro Jaya segera melakukan penahanan Firli. “Ini agar upayanya menghindari pertanggungjawaban pidana pasca menghindar dari tanggung jawab etik bisa dicegah,” jelasnya.
Pada kesempatan lain Koordinator Stafkhusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan Kemensetneg telah menerima surat dari Firli. Surat itu diterima pada Sabtu (23/12) sore. “Surat dari Bapak Firli Bahuri kepada Presiden,” katanya.
Surat tersebut tertanggal Jumat (22/12). Ari menyebut isi surat tersebut adalah pengunduran Firli sebagai Ketua dan Pimpinan KPK. “Surat tersebut tengah diproses mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ucapnya.
Hingga kemarin, surat tersebut belum mendapat persetujuan oleh Presiden Joko Widodo. Menurut Ari masih dalam tahap proses administrasi.(elo/lyn/jpg)