JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Selesai sudah polemik revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menunda, atau menutup upaya revisi UU tersebut. PDI Perjuangan yang selama ini getol mengusulkan revisi UU KPK pun mulai surut langkah.
Menurut anggota Fraksi PDIP DPR yang juga pengusul revisi UU KPK, Masinton Pasaribu, keputusan Jokowi --sapaan Joko Widodo-- untuk menunda revisi UU KPK sudah dikomunikasikan dengan partai pemilik kursi terbanyak di parlemen itu. Masinton mengatakan, penundaan itu didasari pada suara-suara yang muncul di masyaraat agar UU KPK tidak diutak-atik.
“Dan kami sepakat bila revisi ditunda dulu saat ini seperti yang kami koordinasikan dengan Presiden Joko Widodo. Partai kami selalu mendengarkan suara rakyat," kata Masinton melalui pesan singkat, Minggu (18/10).
Masinton menegaskan, niat PDIP merevisi UU KPK bukanlah untuk melemahkan komisi antirasuah itu. Sebab, katanya, perbaikan UU KPK justru demi mengutakan upaya pemberantasan korupsi.
Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum itu menambahkan, pemberantasan korupsi dan penguatan KPK juga merupakan keinginan publik. Selain itu, sambung Masinton, KPK juga harus diatur sedemikian rupa agar tidak diselewengkan oleh komisioner maupun pegawainya.
Ia lantas mencontohkan kasus Abraham Samad, Ketua KPK nonaktif yang diduga memanfaatkan posisinya untuk memenuhi ambisi politik. Dengan menyandang status sebagai ketua KPK, Samad melobi pihak-pihak tertentu untuk bisa menjadi pendamping Joko Widodo pada pemilihan presiden tahun lalu. Dan kini, Samad terpaksa nonaktif karena menjadi tersangka kasus pemalsuan dokumen kependudukan.
“Di sinilah mengapa revisi UU KPK itu menjadi penting. Ternyata Samad ataupun individu di KPK adalah manusia biasa juga yang punya salah, nafsu dan dosa. Makanya KPK hendak diperkuat agar tak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi," tandasnya.