SUDAH TIGA KALI GELAR OTT

KPK Perlu Evaluasi karena Bengkulu Masih Jadi Zona Merah Korupsi

Hukum | Jumat, 08 September 2017 - 18:30 WIB

KPK Perlu Evaluasi karena Bengkulu Masih Jadi Zona Merah Korupsi
Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Ketua Kamar Pengawasan MA Sunarto menyaksikan penyidik KPK menunjukkan barang bukti uang hasil OTT Hakim Tipikor Bengkulu. (DERY RIDWANSYAH/JAWA POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang harus mengevaluasi diri. Pasalnya, daerah itu nyatanya masih menjadi zona merah tindakan rasuah.

"KPK juga harus mengevaluasi karena Bengkulu bagaimana pun jadi bimbingan KPK kan hari ini. Jadi, kok ini masih terjadi di banyak tempat," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat menggelar konferensi pers, Kamis malam (7/9/2017).

Baca Juga :Menurut Mantan Penyidik KPK Inilah Empat Kriteria Pengganti Firli Bahuri

Meski begitu, sambungnya, bimbingan yang dilakukan KPK dalam upaya pencegahan korupsi di Bengkulu saat ini masih di sekitar wilayah pemerintah daerah (Pemda).

"Belum menyentuh ke pengadilannya," tutur mantan Kepala Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut.

Dia menyebut, KPK akan mendiskusikan lebih lanjut dengan Mahkamah Agung (MA) terkait pembinaan dan pencegahan korupsi di wilayah pengadilan.

"Kalau pengadilannya, kami melakukan semacam perbaikan, yang di depan teman-teman MA kemudian kami di belakang. Itu nanti kami akan bicarakan," tuntasnya.

Sepanjang 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setidaknya sudah tiga kali menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu. Kemarin, Tim Satgas Penindakan KPK berhasil mengamankan enam orang.

Tiga di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka suap terkait putusan perkara korupsi Kegiatan Rutin di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Bengkulu tahun anggaran 2013 dengan terdakwa Wilson SE. Mereka adalah Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu Dewi Suryana (DSU), Panitera Pengganti PN Bengkulu Hendra Kurniawan (HKU), dan seorang pegawai negeri sipil (PNS) keluarga dari terdakwa Wilson bernama Syuhadutal Islamy.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook