PERJALANAN KE PULAU KARANG (18)

Tentang Embung, Padi Sawah, dan Cerita Gula Lontar

Feature | Minggu, 26 Januari 2020 - 00:37 WIB

Tentang Embung, Padi Sawah, dan Cerita Gula Lontar
Dai Ovian Uy ketika mengaduk cairan getah lontar dalam proses pembuatan gula curah atau gula semut, gula khas Sabu Raijua. (HARY B KORIUN/RIAUPOS.CO)

Setelah melihat proses pembuatan gula, kami kembali ke ruang tamu. Di dinding ruang tamu itu terlihat ada sertifikat dipigura dengan ukuran agak besar. Tertulis di situ, sertifikat berasal  dari sebuah lembaga sertifikasi di Bogor, Inofice (Indonesian Organic Farming Certification), yang memberikan sertifikat untuk pertanian organik untuk Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Suka Maju, Dusun II, Desa Eilode, Kecamatan Sabu Tengah, Kabupaten Sabu Raijua, NTT.

Tertulis nomor sertifikatnya: 145/LSPO-003-IDN/07/15. Juga ditulis bahwa Gapoktan Suka Maju telah menerapkan sistem pertanian organik (tanpa bahan pengawet) sesuai SNI 6729 2013. Ruang lingkup pemberian sertifikasi adalah: Gula Lontar (Gula Semut, Gula Cair/Gula Sabu, dan Gula Lempeng). Sertifikat tersebut ditandatangani oleh Prof Dr Ir Agus Kardinan MSc.


 “Kelompok tani penghasil gula seperti ini banyak di Sabu dan Raijua,” kata Bang Brother setelah kami berada kembali dalam mobil.

Dia mencontohkan, di Sabu Tengah ini  ada Kelompok Kerja Mitra Jagga di Desa Eimau, yang juga memproduksi gula seperti yang diproduksi Gapoktan Suka Maju ini. Banyak produk gula semut mereka yang ada di toko-toko di wilayah Pulau Sabu.

“Persaingan produk mereka di pasaran bagaimana?” tanya saya.

“Tak ada persaingan yang signifikan. Produk dan kemasannya hampir sama sehingga pembeli tak mempermasalahkan apakah produk yang satu lebih unggul dari yang lain...”

 “Hanya di jual di kabupaten ini?” tanya saya lagi.

 Dia bilang, produk gula Sabu dengan berbagai variannya sudah dikenal luas di NTT sehingga banyak permintaan dari luar Sabu. “Bahkan ada yang difrakmentasi menjadi berbagai produk lagi, termasuk nanti hasil akhirnya adalah sopi...” kata Bang Brother.

“Sopi?”

 “Iya, minuman arak yang presentase alkoholnya sangat tinggi,” jawab Bang Brother sambil tertawa melihat keterkejutan saya. “Mau?” katanya.

Spontan saya menggeleng. “Saya tak biasa minum alkohol. Gampang mabuk...”

 “Hanya untuk tahu saja. Supaya tahu rasanya seperti apa...”

“Nggaklah Bang. Jangan paksa saya.  Saya takut dosa... Hahahhaa...”

Kami tertawa bersama.

 Tapi, ya Tuhan...

Bang Brother berulang-ulang men-starter mobil, tapi tak juga hidup. Ada apa ini? (bersambung)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook