Saya selalu percaya bahwa di balik segala yang berat yang diberikan Tuhan kepada manusia, pasti diberi hal-hal yang memudahkan. Mata air Ei Mada Bubu ini seperti sebuah berkah yang diberikan Tuhan untuk pulau kering dan tandus ini. Bukankah Tuhan sudah berjanji bahwa Dia tak akan memberikan ujian dan cobaan di luar kemampuan manusia?
“Bagi kami, sumber mata air ini memang seperti sebuah anugerah,” ujar Bang Brother dengan senyum khasnya. Dia lelaki yang selalu memperlihatkan senyumnya dalam kondisi apa pun.
***
KAMI kembali ke jalan besar beraspal setelah melalui jalan berbatu dari mata air Ei Mada Bubu. Pohon-pohon rindang yang asri di sepanjang jalan yang tak terlalu panjang itu. Sesampai di jalan besar, jalan beraspal, tak jauh dari situ, terlihat Gereja Ebenhaezer menjulang, tepat di sebuah tikungan mendaki. Di sebelah kiri. Dengan penduduk hampir 97% pemeluk Protestan, baik di Pulau Sabu maupun Raijua terlihat banyak bangunan gereja, baik bangunannya dengan ukuran kecil, menengah, maupun yang besar.
Mungkin sama kalau kita berada di Bali dengan pura yang tersebar di mana-mana. Atau ketika kita berada di komunitas padat muslim yang bangunan masjidnya antara satu dengan yang lainnya jaraknya tidak terlalu jauh. Di sinilah salah satu keindahan Indonesia.
Perjalanan memang harus dilanjutkan. Sabu Timur, dengan pantai-pantainya yang indah adalah tujuan akhir hari ini. Setelah melewati Gereja Ebenhaezer, jalanan masih beraspal hitam dan halus. Namun tak beberapa lama setelah itu, di depan terlihat abu berwarna kuning mengepul. Terlihat sebuah alat berat sedang membongkar aspa-aspal yang mulai rusak di jalan.
Ada pembangunan jalan. Bukan hanya menempel jalan aspal yang rusak dengan aspal baru di lubang-lubangnya, tetapi aspal-aspal rusak itu dibongkar semuanya dan nampaknya akan diaspal baru. Ada terlihat plang papan proyek yang menjelaskan tentang pembangunan jalan di Kecamatan Sabu Tengah ini.
Namun, bersamaan dengan kami sampai di jalan yang sedang dibangun ulang ini, saya merasakan ada yang aneh dengan suara mobil ketika gas diinjak oleh Bang Brother. Agak menyendat-nyendat. Bang Brother berusaha mengocok kopling lalu menginjak gas. Masih terasa laju mobil menyendat-nyendat.
“Mungkin minyaknya kotor,” kata dia dengan senyum khasnya.
“Yakin?” tanya saya.
Dia mengangguk.
“Bukan akinya yang sudah soak?” tanya saya lagi.
“Mudah-mudahan tidak...”