Melihat kondisi itu, lalu muncul inisiatif mereka agar anak-anak ini diberi pelajaran tambahan. Bagi yang belum mebisa membaca diajadi membaca, yang sudah bisa membaca diajari bahasa Inggris dan beberapa pelajaran lain seperti matematika dan yang lainnya. Selain itu mereka juga diajak mendengar cerita-cerita lisan, menyanyi, dan sebagainya.
“Dulu ada Mas Eko Nugroho yang mengajar bahasa Inggris. Setelah dia pergi, kami sangat kehilangan,” kenang Roni.
Eko Nugroho adalah seorang relawan dari Program Indonesia Mengajar yang ditempatkan di Raijua selama setahun. Kata Roni, Eko dengan tulus mengajari anak-anak ini apa saja, terutama bahasa Inggris yang menjadi keahlian pemuda asal Boyolali, Jawa Tengah, itu. Kelas bahasa Inggris menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak. Sejak kelas itu ada, jumlah anak-anak yang datang di setiap Rabu kadang mencapai 40 anak.
“Mas Eko sangat tekun dan sayang kepada anak-anak itu. Dia datang ke sini setelah mengajar di SDN Ledeke. Kadang dia sering pulang jalan kaki ke Ledeunu, tempat kosnya. Jaraknya 3 km lebih. Setelah dia pergi karena programnya sudah selesai, kami semua merasa kehilangan,” ujar Roni lagi.
Kata Nando, memang tak mudah mencari relawan seperti Eko Nugroho. Selain punya metode yang baik dan menarik dalam mengajar anak-anak, dia juga tulus, sabar, dan penuh kasih sayang. Dia dekat dengan anak-anak dan mereka dengan mudah bisa memahami apa yang diajarkan. Eko juga yang mengajar beberapa anak yang mestinya sudah bisa membaca, tetapi belum bisa, padahal sudah ada yang kelas 5 SD.
Setelah sekian lama mencari relawan, Nando dan Roni akhirnya menemukan guru bahasa Inggris baru. Dia seorang guru di sebuah SMP di Raijua yang rencananya, seperti juga Eko, akan datang seminggu sekali membantu belajar bahasa Inggris anak-anak di GPS. Guru itu asli Raijua, sehingga bisa untuk program jangka panjang. Selain itu, Nando dan Roni juga berusaha mendekati perkumpulan pemuda-pemudi gereja di Ledeke untuk membantu mengajar dan mengisi materi di GPS. Hal itu sudah terlaksana dan anak-anak kembali antusias belajar.
“Nanti kalau Nando pindah ke Sabu lagi, pemuda-pemudi gereja itulah yang akan mengelola GPS agar anak-anak di sini tetap punya ruang belajar di luar sekolah,” kata Roni.
Sebagai pamong praja, abdi negara, atau ASN, Nando memang mungkin tak selamanya tinggal di Raijua. Dan GPS ini harus tetap ada di Raijua. Maka, selain Roni yang memang lebih sibuk berbisnis, harus ada orang-orang muda yang masih memiliki semangat untuk meneruskan apa yang dibuat Nando dan Roni ini.
Roni juga berharap banyak lembaga yang bersedia mengirimkan buku-buku bacaan. Juga buku-buku dan alat-alat tulis untuk anak-anak di Ledeke ini. Maklumlah, buku-buku dan peralatan tersebut terbilang susah didapat di Raijua.
Matahari semakin condong ke barat dan perjalanan harus dilanjutkan. Saya kembali berada di sadel belakang, di boncengan motor yang dikendarai Nando.
Perjalanan menuju ke jantung Raijua...(bersambung)