EKSPEDISI PWI RIAU KE TAMAN NASIONAL BUKIT TIGA PULUH

Kaya Keanekaragaman Hayati, Selalu Terancam Perambahan dan Perburuan

Feature | Kamis, 26 Agustus 2021 - 21:07 WIB

Kaya Keanekaragaman Hayati, Selalu Terancam Perambahan dan Perburuan
Para peserta Ekspedisi Taman Nasional PWI Riau 2021 saat berfoto di Bukit Lancang, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Sabtu (7/8/2021). (HARY B KORIUN/RIAUPOS.CO)

Secara geografis, TNBT terletak di koordinat 0°40’ – 1°30’ Lintang Selatan dan juga 102°13’ – 102°45’ Bujur Timur. Secara  administratif, kawasan ini berada di antara Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri  Hilir (Riau), dan  Tebo dan Tanjung Jabung (Jambi).

Kawasan ini berada pada ketinggian rata-rata antara 60 sampai dengan 734 meter di atas permukaan laut bertopografi datar, bergelombang, sampai dengan berbukit-bukit. TNBT memiliki iklim basah meski juga mengalami musim kemarau dengan tanah yang relatif kering. Temperatur kawasan ini berada pada kisaran antara 28° – 37° Celcius.


TNBT mempunyai fungsi sebagai tempat perlindungan hidroorologis dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Kuantan Indragiri. Beberapa sungai yang mengalir di kawasan ini yaitu Sungai Sipang, Sungai Gangsal, dan Sungai Menggatai.

Beberapa tipe ekosistem di TNBT yaitu ekosistem hutan dataran rendah, ekosistem hutan pamah, dan juga ekosistem dataran tinggi. Tipe-tipe ekosistem tersebut juga mempengaruhi jenis flora dan fauna yang membentuk habitat.

Jika dilihat berdasarkan segi penyebarannya,  tipe ekosistem di taman nasional ini ada empat jenis, yaitu ekosistem hutan primer yang masih asri dan belum terganggu, ekosistem hutan alam terganggu yang telah mengalami penebangan, ekosistem hutan belukar sebagai ladang, dan ekosistem kebun karet dan sawit sebagai perkebunan masyarakat.

Sebagai kawasan yang disebut sebagai salah satu yang mempunyai keanekaragaman hayati beragam dan tinggi, TNBT adalah kawasan yang layak menjadi tempat hidup dan habitat untuk berbagai jenis hewan. Di sana juga banyak sekali spesies tumbuhan langka

Beberapa jenis flora yang tumbuh di TNBT antara lain rumbai atau meranti (Shorea spp), beberapa jenis rotan, kembas (Koompassia excelsa), dan nibung (Oncospera tigilarium) merupakan sejenis palem liar yang serupa pohon pinang dari suku Palmae dengan tinggi yang mencapai 20 sampai 30 meter. Pohon nibung dapat ditemukan tumbuh di areal hutan pantai dan sekitar air payau yang berkembang alami. Masyarakat Riau memiliki pemaknaan tersendiri bagi pohon ini. Nibung dianggap sebagai simbol persatuan dan persaudaraan bagi masyarakat Riau, sehingga pemerintah provinsi menjadikannya sebagai maskot.

Tumbuhan langka di TNBT antara lain salo (Johannes termania altrifons), cendawan muka rimau (Rafflesia hasseltii), jemang (Draemonorops draco), bunga bangkai (amarphophallu sp), kayu gaharu (Aquilaria mallacensis), pulai (Alstonia scholaris), juga jenis jelutung (Dyera casculata). Ini belum termasuk tumbuhan obat sekitar 292 spesies, dan tumbuhan hias sekita 27 spesies.

Sementara itu, fauna yang berada di TNBT juga banyak jenisnya, termasuk yang langka dan dilindungi. Kelompok mamalia yang menghuni taman nasional ini diketahui berjumlah sekitar 59 spesies dan 8 diantaranya merupakan jenis mamalia, seperti harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Noefelix nebulasa), gajah sumatra (Elephus maximus), dan tapir asia (Tapirus indicus).

Kelompok primata yang dapat dijumpai di kawasan ini antara lain siamang (Hlybates sydactylus), kera jambul (Presbytis melalophus) merupakan satwa dengan tingkah laku aneh yang sering mengeluarkan suara berupa jeritan sambil bergelantungan dari satu pohon ke pohon lain sambil berkejaran, serta lutung (Prsbytis cristata). Adapun spesies lain yang juga dapat ditemukan yaitu orangutan sumatra, badak sumatra, beruang madu (Helarctos malayanus), kuau (Argusianus argus), ungko (Hylobates agilis), serta sempidan biru (Lophura ignita).

Untuk kelompok aves atau burung yang menjadi penghuni TNBT adalah burung raja udang (Halcyon snegalensis), burung serindit (Loriculus galgolus) merupakan burung unik yang sangat sulit dijumpai di kawasan lain, rangkong perut (Antharacoceros convexus), dan juga elang (Spizateus nanus).

Secara keseluruhan, jumlah spesies hewan yang menghuni TBT adalah: mamalia (59 spesies), burung (198), ikan (97), amfibi (29), insecta (134), dan reptil (26).

“Semuanya masih terawat dengan baik di dalam kawasan,” ujar Andi Munandar, salah seorang staf Balai TNBT yang menjadi penunjuk jalan dalam eksepedisi.

Dijelaskan Andi, hampir setiap tahun, TNBT menjadi objek penelitian, baik oleh peneliti Indonesia dari berbagai universitas, termasuk dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) maupun para peneliti asing. Penelitian mereka juga beragam. Ada peneliti satwa, flora, kehidupan masyarakat tradisional, dan yang lainnya.

“TNBT adalah laboratorium alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan secara luas. Objeknya sangat beraneka-ragam di sini,” jelas Andi lagi.

***

SELAIN kekayaan ekologi, TNBT adalah surga yang menyenangkan bagi para wisatawan, terutama yang menyukai keindahan alami dan liar. Hutannya yang masih asli di zona inti, udara yang sejuk, dan banyaknya destinasi yang bisa dikunjungi, menjadi daya tarik tersendiri. Namun, dengan alasan perlindungan kekayaan alam di dalamnya, Balai TNBT tak memberikan akses bebas ke kawasan ini.

Kehati-hatian ini bisa dipahami karena jika dibuka secara bebas untuk masyarakat umum, akan banyak terjadi hal yang mungkin tak diinginkan yang akan mengancam salah satu kawasan hutan asli di Riau dan Jambi ini.

“Pelan-pelan kami akan mengembangkan potensi pariwisata. Tetapi tetap dalam koridor yang terbatas, tidak bebas seperti kawasan wisata lainnya,” jelas Fifin Arfiana.

Dijelaskan Fifin, hal utama yang menjadi tanggung jawabnya sebagai kepala Balai TNBT adalah melindungi kawasan ini agar tetap menjadi kawasan hutan asli, asri, dan bermanfaat bagi banyak orang, juga banyak bidang. Sebab, jika kawasan hutan alam ini hancur, akan terjadi multimasalah. Keanekaragaman hayati yang dimiliki pelan-pelan bisa hancur, terjadi konflik antara manusia dan hewan, konflik antara manusia dengan manusia, hilangnya sumber udara bersih untuk dunia, dan lain sebagainya.

Meskipun banyak pihak yang menyarankan –juga mendesak—agar kawasan wisata dibuka secara bebas, dia tetap memegang prinsip untuk hati-hati. Hal yang sama juga dilakukan para pendahulunya. Kawasan TNBT tetap memberikan akses untuk para pelajar, mahasiswa, organisasi masyarakat, para peneliti, pecinta alam, pramuka dan pihak-pihak lainnya untuk datang, tetapi tidak bagi masyarakat umum yang datang hanya untuk berwisata.

“Kalau dibuka secara bebas, kami pasti akan kerepotan melakukan pengawasan karena pada intinya TNBT bukan kawasan wisata umum,” jelas Fifin lagi.

Tetapi, harus diakui, TNBT memiliki kekayaan alami yang sangat indah dan mengesankan bagi orang yang pernah ke sana.

Camp Granit adalah salah satu tujuan wisata di yang patut untuk dikunjungi. Di area camp ini terdapat trail dengan panjang sejauh 8,6 km dengan trek menanjak. Jalur ini menuju puncak Bukit Lancang yang di atasnya terdapat pohon marsawah yang diperkirakan sudah berumur 200-an tahun. Di kawasan ini juga ada air terjun, dan juga bekas areal tambang. Jadi selain camping pengunjung juga dapat melakukan banyak hal di tempat ini.

Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan antara lain melakukan pengamatan dan penelitian di sepanjang jalur trail dan bekas tambang, menikmati panorama dan menyatu dengan alam, hunting foto di berbagai spot menarik, hiking, serta bird watching.

Pegunjung yang tertarik dengan seluk-beluk botani atau tumbuhan dapat mengunjungi Tembelung Berasap. Di sini pengunjung dapat melepas penat dengan mengunjungi air terjun sambil mandi untuk relaksasi jiwa dan raga. Selain itu, kegiatan lain yang juga tidak kalah menariknya adalah pengamatan terhadap berbagai jenis tumbuhan.

Bagi para pencinta wisata sungai, menyusuri sungai merupakan salah satu kegiatan menyenangkan yang dapat dilakukan di kawasan TNBT, salah satunya di kawasan Air Hitam Dalam. Sepanjang sungai pengunjung dapat melihat sendiri berbagai jenis flora yang tumbuh serta sesekali akan menjumpai beberapa satwa. Kawasan Air Hitam Dalam juga merupakan habitat hidup harimau sumatra..

Selain itu, bila  ingin melakukan kegiatan yang menguji adrenalin, sekitar TNBT juga menyediakannya. Salah satunya adalah olahraga arung jeram. Pengunjung dapat berolahraga arung jeram di Sungai Menggatai, Sungai Gangsal, dan juga Sungai Sipang.

Selain menyediakan alam yang indah, TNBT merupakan tempat tinggal Suku Talang Mamak dan Suku Kubu. Kedua suku ini dianggap sebagai keturunan langsung dari ras Proto-Melayu atau Melayu Tua. Suku Talang Mamak dianggap sebagai salah satu suku terasing di Riau, sedangkan Suku Kubu (Anak Dalam) lebih dikenal di Jambi.

Suku Talang Mamak mendiami beberapa dusun seperti Dusun Airbaubau, Dusun Rantaulangsat, Dusun Nanusan, dan Dusun Siamang. Memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai ke habitat mereka karena berada sangat jauh dari peradaman masyarakat modern yang berdekatan dengan Jalan Lintas Timur Sumatra.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook