PERJALANAN KE PULAU KARANG (18)

Tentang Embung, Padi Sawah, dan Cerita Gula Lontar

Feature | Minggu, 26 Januari 2020 - 00:37 WIB

Tentang Embung, Padi Sawah, dan Cerita Gula Lontar
Dai Ovian Uy ketika mengaduk cairan getah lontar dalam proses pembuatan gula curah atau gula semut, gula khas Sabu Raijua. (HARY B KORIUN/RIAUPOS.CO)

Bagi masyarakat Sabu dan Raijua, embung sangat penting sebagai tempat penampung air hujan. Meskipun saat puncak musim kemarau banyak embung yang sudah kering, namun hal itu sangat membantu. Sayangnya,  belum banyak embung yang dibangun di dua pulau ini.

Oleh Hary B Koriun


EMBUNG memang terbukti lumayan ampuh dalam membantu mengatasi krisis air saat musim kemarau di Sabu Raijua. Ketika saya jalan-jalan hingga ke Mesara, Liae, dan kecamatan lainnya, terlihat beberapa embung besar yang dibangun untuk menampung air hujan. Di sanalah masyarakat menggunakan air tersebut untuk mandi, mencuci, bahkan untuk kebutuhan air bersih lainnya. Juga untuk pertanian.

Di Kecamatan Sabu Barat, tepatnya di Desa Rainyale, dibangun sebuah embung dengan kapasitas yang besar. Yaitu Embung Guriola. Mungkin yang terbesar di  Sabu Raijua. Pembangunan embung ini dikerjakan oleh Dinas PU Nusa Tenggara Timur (NTT) dan PU Kabupaten Sabu Raijua dari anggaran APBN Pusat lewat Balai Wilayah Sungai Kementerian PUPR tahun 2014. Embung ini mulai dibangun pada Maret 2014. Luas embung ini sekitar 8 hektare.

Saat rencana embung ini akan dibangun, sempat diprotes oleh warga sekitar karena mereka merasa ganti rugi tanah mereka tidak sesuai harganya. Mereka bahkan sempat menghalangi saat proses pembangunan. Ketika itu mereka belum tahu manfaat besar yang akan didapat dengan dibangunnya embung ini.

Namun setelah embung itu jadi, mereka yang sebelumnya protes malah mengucapkan terima kasih kepada pemerintah atas pembangunan embung tersebut. Sebab, embung ini mampu bertahan menampung air hingga puncak musim kemarau, meskipun airnya memang sangat minimalis di bulan September maupun Oktober (puncak musim kemarau di Sabu Raijua). Mereka masih bisa memanfaatkannya untuk kebutuhan hidup sehari-hari, terutama untuk mandi, mencuci, dan lainnya. Padahal air tersebut sejatinya dialirkan ke sawah-sawah untuk kebutuhan pertanian.

Jika kita hendak menuju Sabu Liae dari Seba atau Mebba, di sepanjang jalan, kanan dan kiri, kita akan melihat parit besar yang dialiri air, terlihat sangat jernih. Di parit inilah masyarakat Rainyale mandi, mencuci, mengambil air bersih, dan lainnya. Bahkan kemudian muncul istilah, di sinilah mesin cuci terpanjang di dunia. Sebab, saat pagi dan petang, banyak perempuan di desa tersebut mencuci pakaian dengan berjejer di sepanjang parit di jalan tersebut.

“Saya senang karena kami bisa memanfaatkan air ini dengan baik sepanjang tahun,” kata Ama Rina Dihi Mehe, saat saya lewat di sana dan sempat ngobrol. Katanya, mulanya masyarakat memang menolak karena belum tahu manfaatnya. “Tetapi sekarang kami malah bersyukur,” ujarnya.

Karena aliran air dari embung ini, hampir membuat seluruh warga Desa Rainyale yang memiliki tanah di dataran rendah, menjadikannya areal pertanian, terutama sawah untuk tanaman padi. Ada sekitar 50 hektare sawah baru yang dibangun sejak adanya embung tersebut. Jika di tempat lain di Sabu beberapa sawah hanya bisa sekali musim tanam karena hanya mengharapkan air hujan, di sini bisa dua kali. Saat air berkurang, mereka bisa menanam palawija seperti kacang-kacangan dan tanaman berumur pendek lainnya.

Hal yang sama juga dialami masyarakat yang tinggal di sekitar mata air “Abadi” Ei Mada Bubu di Menia. Karena sumber air tersebut selalu mengeluarkan air tanpa henti sepanjang tahun, menjadi berkah bagi para petani di sana. Ada puluhan hektare sawah yang menghasilkan tanaman padi di dataran rendah di sepanjang aliran air tersebut.

Saya datang ke sana ketika sebagian padi di sawah tersebut sudah dipanen, tetapi ada sebagian yang masih menunguning padinya. Sama seperti sawah-sawah di bagian lain di Pulau Sabu, menjadi pemandangan yang sedikit “aneh” di pulau segersang ini masih ada sawah yang mampu berproduksi meski musim kemarau sudah datang.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook