Hutang adat tiga macam. Pertama, hutang paling tinggi atau kesalahan sangat besar, hutangnya 1 ekor kambing tambah 3 ekor ayam, tambah 1 jambar atau nasi kuning tambah kain putih satu kabung atau dua yard atau empat hasta. Contoh hutang adat ini untuk anak gadis menikah dengan lelaki dan pernikahan dilaksanakan di luar kampung. Jika suatu saat ia pulang kampung, maka ia dikenakan hutang tersebut. Selanjutnya hutang besar, yakni 1 ekor kambing. Ini masih termasuk hutang bagian pertama.
Kedua, hutang menengah yakni, membayar ayam 3 ekor. Contoh, dua orang yang terlibat perkelahian atau membuat ribut. Begitu juga laki-laki nikah kawin di luar tanpa izin ninik mamak. Kalau pulang ia dihutangkan ini. Dan ketiga, hutang kecil yakni saling maaf memaafkan.
Contoh sanksi adat yang lain, seperti kelahi, membuat ribut atau gaduh sekampung, orang bersangkutan dihutang kambing. Kalau tak mau bayar, dia tidak dianggap lagi. Kalau gaduhnya kecil, hanya dihutangkan ayam. Menebang pohon tidak seizin datuk seperti pohon kelapa, dihutangkan satu ekor ayam. Ada yang salah karena melanggar adat, dikeluarkan dari adat dan diacuhkan tidak dianggap lalu meninggal, keluarga harus minta maaf sedang hutang seekor kambing tetap harus dibayar. Jika tidak, tontong atau kentungan sebagai tanda orang meninggal tidak akan dipukul atau dibunyikan. Setelah keluarga meminta maaf dan ada jaminan hutang akan dibayar, baru tontong tersebut dibunyikan dan proses pemakaman jenazah bisa dilaksanakan bersama-sama.
Orang yang mencuri karet atau mencuri barang lainnya dan terbukti kesalahannya, ia disanksi adat dengan hukuman berupa pengakuan dari orang tersebut. Kalau karet yang dicuri masih ada, karet tersebut harus kembalikan. Kalau tidak ada lagi atau sudah dijual misalnya, harus diganti dengan uang seharga karet tersebut. Bukan hanya itu, pelaku harus berkeliling kampung sambil menjunjung karet sambil mengatakan: saya mencuri karet si anu.. saya mencuri karet si anu.. saya mencuri karet si anu. Demikian dilakukan berulang-ulang sambil keliling kampung.
Sikap ninik mamak dalam menyelesaikan sanksi adat selalu berpedoman kepada yang besar diperkecil, yang kecil dihilangkan. Artinya, selagi bisa diselesaikan secara kekeluargaan, diselesaikan terlebih dulu.***
Laporan KUNNI MASROHANTI, Rohul