KOLOM ALINEA

Mata Air Literasi

Seni Budaya | Minggu, 20 Desember 2015 - 02:05 WIB

Oleh Wamdi Jihadi

Sekarang ini tengah digalakkan Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini dicanangkan oleh  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Gerakan yang diharapkan dapat mendidik budi pekerti siswa ini tidak hanya berupa kegiatan membaca, tetapi juga menulis.

Baca Juga :Balai Bahasa Provinsi Riau Ingin Terus Berkolaborasi

Pemilihan bahan bacaan (yang kemudian diharapkan dapat diresepsi lebih lanjut oleh siswa) merupakan salah satu persoalan dalam Gerakan Literasi Sekolah. Akan tetapi,  sesungguhnya, di sekitar kita banyak bahan yang dapat dipergunakan di dalam kegiatan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. Salah satu sumber yang tak kunjung kering sebagai mata air literasi adalah Alquran. Hal itu diperlihatkan oleh beberapa sastrawan dan ulama berikut yang menjadikan Alquran sebagai inspirasi dalam berkarya.

Pada 2004,  para penggiat dan pecinta sastra dikejutkan dengan kemunculan sebuah novel karya anak negeri ini yang berjudul Ayat-ayat Cinta (sekarang bahkan sudah muncul Ayat-Ayat Cinta 2).  Sebagian pengamat menyatakan bahwa tokoh novel ini tidak realistis, tidak menginjak bumi, dan cenderung terlihat seperti manusia separuh malaikat. Akan tetapi, dalam waktu tiga tahun, novel yang lahir dari tangan Habiburrahman El-Shirazy ini telah dicetak sebanyak 160 ribu eksemplar; sebuah capaian sastra Islam yang butuh waktu lama untuk menetaskannya kembali.

Di beberapa forum Kang Abik, panggilan akrab Habiburrahman El-Shirazy, mencoba memaparkan bahwa bukanlah suatu yang  mustahil didapati orang-orang yang memiliki tipikal seperti Fahri atau Aisha yang  suka membantu orang lain, bertoleransi, tidak berjabat tangan dengan yang bukan mahram, dan merelakan suami untuk menikah kembali dengan perempuan lain.

Namun di dalam sebuah masyarakat yang dalam kesehariaannya nilai-nilai Islam telah tercerabut, seolah-olah Islam menempati satu lembah dan mereka berada di lembah yang lain sehingga sikap atau gaya hidup tokoh-tokoh yang berada dalam novel tersebut adalah kemustahilan.  Masyarakat  terbiasa membaca buku-buku atau novel yang pemerannya seringkali melanggar aturan-aturan Allah sehingga merasa “aneh” ketika disuguhi penokohan yang Islami.

Ide penulisan novel Ayat-Ayat Cinta yang fenomenal tersebut berawal dari pembacaan, pemahaman, dan penafsiran Kang Abik terhadap Surat Az-Zukruf, ayat 67 dan  Surat Yusuf yang di dalamnya terdapat kisah cinta yang universal dan sangat indah. Bagi Kang Abik,  Alquran merupakan sumber inspirasi terbesar sehingga menelurkan berbagai karya yang banyak diminati.

Selain Habiburrahman El-Shirazy, Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Buya HAMKA   juga mendasari karya-karya fiksi dan nonfiksinya pada bulir-bulir hikmah Alquran. Selain dikenal sebagai seorang ulama –ketua Majelis Ulama Indonesia pertama–  HAMKA juga merupakan seorang penulis yang produktif. Sepanjang 73 tahun usianya telah banyak karya yang telah beliau hasilkan: Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Mandi Cahaya di Tanah Suci, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan sebagainya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook