Sejak 21 Februari lalu, diadakan gerakan anti kantong plastik di Indonesia. Kenapa? Karena negara ini adalah penyumbang sampah plastik yang dihanyutkan ke laut terbesar kedua setelah Cina. Ranking prestasik kah ini? Waw... ini rangking tentang kemunduran peradaban. Belum lagi tumpukan plastik yang menggunung di kawasan area pembuangan akhir di kota-kota besar Indonesia. Alhasil, manusia dan plastik seakan-akan memang berpembawaan sampah. Plastik itu sendiri sudah jelas sampah. Namun, manusia yang memproduksi plastik dengan alasan apapun sejatinya adalah makhluk sampah dan penyampah. Bumi yang begitu elok dan purna dihibah kepada kita, namun kita pula yang menghancurkannya dalam gaya masa bodoh dan serba belagak tak tau menahu. Berbanding dengan hewan? Maka hewan menghasilkan sampah sebagai sisa dari makanan mereka, dan mudah terurai secara alami. Sebaliknya manusia memproduksi sampah, bisa bersumber dari sisa makanan, sisa gaya hidup, sisa bangunan, sisa pembangunan peradaban dalam segala bentuk dan skala, adalah sampah-sampah yang berkecenderungan memusnahkan dan menghancurkan lingkungan hidup itu sendiri. Di sini gaya hidup yang menonjolkan peran plastik dalam kehidupan sehari-hari perlu dikurangi, jika tak mampu mengakhirinya secara total. Wajah lingkungan hidup menjadi calar dan berkesan suram sepanjang produk plastik masih saja menghias kemajuan yang didefenisikan sebagai modernisasi oleh mesin-mesin mekanis menjadi pabrik-pabrik yang memproduksi plastik dalam jumlah massif. Pabrik plastik atau plastik itu sendiri tidak perlu dimusnahkan, karena dia bersisian dengan keperluan manusia modern. Namun pemakaian dan pendaur-ulangannya yang harus dilakukan secara mangkus, sehingga dia tidak menjadi ancaman bagi peradaban manusia.
Gerakan anti kantong plastik, sejatinya telah dilakukan oleh komunitas, para pentolan dan aktivis lingkungan dan para pecinta lingkungan dalam beragam bentuk kelembagaan, baik profesional maupun lembaga swadaya masyarakat. Per individu, terutama mereka yang lebih terdidik dan banyak berinteraksi dengan kenyataan lingkungan; termasuk pula kaum para penyayang hewan, lebih jauh dan lebih dulu melakukan gerakan anti segala ihwal yang berbau plastik ini. Bagi kelompok sejenis ini, gerakan ini telah menadi dan menjadi gerakan hidup sekaligus gaya hidup. Warga-warga perkotaan yang sadar akan petaka yang disumbangkan oleh sampah plastik, telah menyuarakan lewat media-media elektronik, media cetak. Dan akhir-akhir gerakan ini lebih massif lewat jejaring media sosial yang menyapa setiap orang yang memiliki akun dan mengakses media online (sosial) itu. Kembali ke kehidupan natural.