Gugatan paling serius yang diungkap Alexievich terutama peran kaum penguasa yang dominan pasca perang dunia, khususnya setelah para penguasa Eropa melepaskan kuku-kuku tajamnya di bumi jajahan mereka di Asia-Afrika. Keserakahan kaum feodal yang mengambil keuntungan dari iklim eksploitasi manusia atas manusia lain. Ketidakadilan struktural yang masih belum diakui secara jujur oleh kaum birokrat dan penguasa, baik nasional maupun lokal. Mereka masih gemar dengan gaya hidup hedonis, cari selamat sendiri-sendiri, yang penting gue senang dan wani piro untuk menyenangkan aku, keluarga dan kroni-kroniku. Iklim kebudayaan imperialisme yang menggeser kearifan lokal hingga para penanggung jawabnya seakan lepas tangan dari ulah yang sebenarnya secara sistemik adalah ciptaan mereka sendiri.
Karya jurnalistik yang brilliant inilah yang mengakibatkan para nominator dari kalangan sastrawan dunia harus mengakui kehebatan daya imajinasi Alexievich. Para nominator tersebut tak lain adalah penulis-penulis besar abad ini, di antaranya Haruki Murakami (Jepang), John Banville (Irlandia), bahkan dua sastrawan besar Amerika Joyce Carol dan Philip Roth terpaksa harus mengakui kehebatan daya analisis dari jurnalis asal Belarusia tersebut.
“Pada akhirnya manusia modern harus menyadari bahwa semua yang tercapai oleh kekuatan otak, tidak harus semuanya boleh dilakukan sekehendak hatinya,” kata-kata dari Einstein inilah yang menyiratkan pesan keseimbangan kosmik yang banyak disuarakan Alexievich. Ada rambu-rambu tertentu demi kedamaian dan kemaslahatan hidup umat manusia di muka bumi ini. Bila rambu-rambu itu ditabrak juga, bisa terjadi chaos seperti yang terjadi dalam peristiwa bocornya reaktor nuklir Chernobyl. Karena toh bagaimanapun, sehebat-hebatnya penemuan sains dan teknologi yang diprakarsai kecerdasan otak dan intelektual manusia, tetap saja pelaku operatornya adalah manusia yang punya keterbatasan dan kekhilafan yang melingkupi dirinya.