Hadis tersebut merupakan teks penguat inti cerpen Suara 16. Di sini, TIJ secara sadar memahami fakta ke-Islam-an yang ada pada suara ayam jantan. Dari fakta religius ini, ada beberapa pelajaran yang dapat kita tangkap dari perilaku suara ayam jantan. Pertama, suara ayam jantan bermakna masuknya waktu salat. Hewan istimewa ini selalu bernyanyi di tengah malam (mengingatkan muslim untuk salat malam), subuh (mengingatkan umat Islam untuk salat subuh), terkadang sekitar pukul 8 pagi (mengingatkan muslim untuk salat duha). Kedua, mengingatkan muslim untuk bermunajat kepada Allah Taala. Ketiga, ayam jantan merupakan salah satu hewan istimewa yang dikaruniai Allah untuk bisa melihat malaikat. Keempat, ayam jantan memiliki disiplin waktu. Secara sadar, menurut saya, TIJ ingin menyampaikan pesan-pesan religius ini melalui cerpen Suara 16. Pesan ini bagai berlayar hingga sampai ke pulau, berjalan sampai ke batas.
Pada hakikatnya, cerpen memuat fakta. Susanto (2012:43) menegaskan bahwa pada dasarnya sastra yang dianggap sebagai fiksi adalah fakta. Fakta tentang ayam jantan dalam cerpen ini merupakan fakta (kebenaran) mutlak. Cerpen ini mengusung kebenaran hakiki terhadap kekuasaan Allah Taala melalui salah satu makhlun ciptaan-Nya. Tentang sosok ayam jantan adalah fakta kehidupan. Sementara itu, fakta (kebenaran) mutlaknya adalah perilaku bersuara ayam jantan pada waktu tertentu. Artinya, ada semacam kaitan antarteks.
Cerpen bisa memberikan kesadaran sejarah. Sejalan dengan itu, cerpen pun mampu memberikan kesadaran religius. Ini berarti bahwa cerpen bisa memberikan berbagai kemungkinan kesadaran bagi kehidupan. Kesadaran-kesadaran yang muncul dari karya sastra (cerpen) biasanya berkaitan pula dengan konteks sosial dan budaya masyarakatnya. Kesadaran religius dalam cerpen ini memberikan pesan bahwa seharusnya kita (muslim) belajar dari suara ayam jantan.***
Penulis adalah guru di SMAN 3 Bengkalis dan dosen di STAIN Bengkalis.