CERPEN ISBEDY STIAWAN ZS

Gattaw Cegaguk

Seni Budaya | Minggu, 13 Maret 2016 - 02:33 WIB

Gattaw Cegaguk

Namun tahapan dimulai. Mengumpulkan daun  telinga untuk pagar saat begawi. Dilaksanakanlah undian. Siapa yang kalah perundian, tugasnya adalah mencari kuping dari kampung-kampung lainnya. Minak Ratu Junjungan mendapat tugas meninggalkan kampung untuk mendapatkan daun telinga. Sementara Tuan Surting menjaga tiyuh dan menyiapkan segala sesuatunya untuk prosesi begawi. Tuan Surting menang dalam berundi yang dilakukan pada malam hari.

Minak Ratu Junjungan bukan tak tahu, kalau adiknya di saat undian semalam melakukan kecurangan. Maka ia terperdaya. Tetapi, demi adat, untuk sebuah begawi yang wajib dirayakan suka-cita, bisikan-bisikan hatinya itu segera ditepis jauh-jauh. Apalagi hanya dugaan-dugaan, tentulah lebih banyak yang bermain adalah setan.

Baca Juga :BBPR Gelar Bedah Kumpulan Cerpen

“Apa karena kalah-menang, kekeluargaan akhirnya bercerai-berai? Aku tak ingin karena itu kakak-beradik bertikai. Biarlah, ia menanggung sendiri nantinya, jika benar ia berbuat curang?” suara hati Minak Ratu Junjungan, sebelum ia pamit kepada tetangga-tetangganya untuk mengarungi sungai dan singgah di sejumlah tiyuh.

Singgah di tiyuh tak segampang menjejakkan kaki di tanah. Pastilah akan berhadapan dengan pemilik tiyuh,  di sanalah adu kesaktian diuji. Sebanyak delapan tiyuh yang sudah disinggahi, Minak Ratu Junjungan memenangi perkelahian. Meski pada satu tiyuh, ia terkepung dan nyaris tewas.

Luka di sekujur tubuhnya ia bawa lari menuju perahu. Secepatnya ia pacu laju perahu meninggalkan tiyuh itu. Di atas perahu tatkala arus tenang mendorong buritan, Minak Ratu Junjungan tertidur setelah mengobati luka-lukanya dengan ramuan dedaunan.

Tuan Surting pasti senang menyambut kedatangan Minak Ratu Junjungan. Apalagi ia membawa kuping menggunung di perahu. Seluruh warga akan memeluk dan mengangkut tumpukan daun telinga dari dalam perahu yang dibawanya. Para gadis akan mengumbar senyum, karena Minak Ratu Junjungan selamat. Ia akan ditahbis oleh muli-muli5 sebagai mekhanai6 perkasa dan sakti. Siapa pun akan berkhayar bisa hidup dan dilindungi oleh lelaki sakti dan gagah.

Dan, lazimnya setiap lelaki pulang dari berburu daun-daun telinga lalu kembali selamat, banyak gadis ingin dipinang. Terbayang dalam benak Minak Ratu Junjungan, para gadis ingin dilamar. Meski dalam adat, perempuan memiliki martabat yang tinggi. Maharnya berlipat.

Tiba-tiba seekor buaya bertubuh besar telah siap menghadang, membuat Minak Ratu Junjungan terjaga dari lamunan. Secepat kilat dia cabut parang dari sarangnya. Sekali tebas, leher buaya lepas dari tubuhnya. Namun, buaya-buaya lain—sekitar 5 ekor—tak terima kawannya tewas lalu membuat barekade di depan perahu Minak Ratu Junjungan.

Karena kesaktiannya sudah teruji, sekali entakan tubuh Minak Ratu Junjungan melenting ke udara dan sekejap kemudian sudah kembali di atas perahu yang meluncur deras meliwati hadangan lima ekor buaya itu. Dia kembali mengemudi perahunya, selancar di permukaan arus sungai. Pagi akan jelang.

***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook