MADAH POEJANGGA

Perempuan Jadi Buah Bibir di Madah Poedjangga

Seni Budaya | Minggu, 13 Desember 2015 - 10:26 WIB

Perempuan Jadi Buah Bibir di Madah Poedjangga
PENYAIR PEREMPUAN: Penyair perempuan Tien Marni membacakan puisi. Kunni Masrohanti dan Cikie Wahab hadir sebagai pembicara tentang perempuan yang harus terus berkarya dalam acara Madah Poedjangga di lantai 1 Graha Pena Riau, Ahad (12/12/2015) malam. Foto : CF2/SAID MUFTI/RIAU POS

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Laman bermain para penyair Riau, Madah Poedjangga di lantai 1 gedung Graha Pena Riau, Ahad malam (12/12), terlihat lebih bergairah. Dibandingkan sebelumnya, acara yang digelar RTv  tadi malam lebih didominasi kau m perempuan. Wajar, tema yang diangkat kali ini memang perempuan penyair.

Madah Poedjangga menghadirkan dua pembicara perempuan yaitu Kunni Masrohanti dan Cikie Wahab. Banyak hal yang muncul setelah keduanya mengawali diskusi malam itu. Penyair Riau sekaligus pembina Madah Podjangga, Rida K Liamsi juga turut berkomentar. Begitu juga dengan Kazzaini Ks, Fakhurunnas MA Jabbar, A Aris Abeba, Marhalim Zaini, Tien Marni dan masih banyak lainnya.

Baca Juga :Sastrawan dan Gambaran Kualitas Karya

‘’Menulis puisi itu tetap dilakukan sampai kapan saja selagi kita masih punya hati dan hati belum membatu. Perempuan juga menulis. Lepaskan dari persoalan domestik sehingga melahirkan karya-karyanya,’’ ujar Rida.

Kodrat perempuan sebagai tantangan terbesar bagi penyair perempuan dalam menghasilkan karya puisi, sempat mencuat. Tapi Kunni selaku pembicara, berkali-kali mengajak perempuan untuk ‘membebaskan diri’ dengan persoalan domestik, yakni sumur, kasur dan dapur. Bebas yang dimaksudkannya adalah bebas menjalani semuanya dengan apa adanya dan ikhlas.

"Sudah pasti beban perempuan dan lelaki berbeda. Mau tidak mau perempuan bersentuhan dengan segitia persoalan; sumur dasur dan dapur. Makanya, banyak penyair perempuan Riau yang sudah menghasilkan karya, hilang tiba-tiba. Tak lagi menulis terutama setelah menikah. Waktu 24 jam memang tidak cukup bagi perempuan yang berumahtangga. Itu harus diakui, tapi bebaskan diri dalam tanda petik agar tetap bisa menulis. Jalani dengan cinta. Jalani rutinitas dengan cinta seperti menulis puisi juga dengan cinta," kata Kunni.

Hal senada diungkapkan Marhalim. Marhalim meminta agar tidak membicarakan perempuan penyair Riau dalam skala kecil, tapi lebih luas. Tidak hanya di Riau tapi di berbagai belahan dulia. ‘’Banyak perempuan yang sudah menjadi ibu tapi melahirkan karya-karya besar, dapat penghargaan dan hebat. Perempuan Riau harus melepas persoalan domestik. Jangan itu lagi yang dibicarakan, tapi bicaralah tentang karya,’’ katanya.(esi)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook