PERISA YUSMAR YUSUF

Grusini: Secuil Seks

Seni Budaya | Minggu, 27 Desember 2015 - 00:18 WIB

Namun, ihwal ini banyak terjadi di kawasan pedalaman, seperti kawasan Svanetia dan kawasan peda laman lainnya. Orang-orang Svan (pegunungan) dulu kala, termasuk di kota Mestia (ibukota Svanetia), di kawasan ini banyak ditemukan kisah kawin culik. Negeri ini terhampar di pinggang pegunungan Kaukasia Besar. Di sini mengalir sungai Inguri sebagai muara dari salju Kaukasia. Desa-desa orang Svan biasa bertengger di ketinggian 2500 meter dari permukaan laut.

Penculikan itu bisa terjadi karena dulu kala, rumah orang Svan di Georgia terbuat dari kayu, sehingga banyak celah angin untuk masuk. Namun, kini sudah terbuat dari tembok (concrete). Tak mungkin bisa menerobos tembok kaku di tengah malam buta. Penculikan itu biasa berlangsung pada malam hari, namun bisa pula siang hari. Saat ketika siang, seorang gadis sedang asyik di ladang, di kebun, merumput dan memetik hasil panen. Dia bisa diseret oleh beberapa lelaki dan dimasuk ke dalam mobil seorang lelaki, lalu dibawa ke pegunungan. Lalu di perkosa. Setelah kejadian itu, sang gadis hidup tanpa pilihan.


Dia harus menerima kenyataan bersuamikan dengan bekas pemerkosanya. Selama hidup, si perempuan harus membiasakan diri untuk berbahagia dengan kenyataan tak terduga ini. Bisa pula, penculikan itu terjadi dalam sebuah “skenario bersama”, ketika sepasang sejoli tak disetujui oleh orang tua mereka. Mereka menghilang beberapa hari ke gunung. Dengan begitu, si gadis dianggap sudah kehilangan kehormatannya, dan dikabarkan kepada orang tua.

Ya, sekali lagi, tanpa pilihan, pun perkawinan itu dilangsungkan. Bagi sebagian gadis akan berujar lemah dan lirih tentang kenyataan ini; “Sebagai gadis yang kehila ngan kesuciannya, dia tak memiliki jalan lain selain menikahi pria yang merenggut kesuciannya, karena tak satu pria lain yang akan menerimanya”. Dari segi pandang gender, posisi perempuan di Georgia amatlah lemah. Ihwal ini ditambah lagi dengan peran dan kekuasaan patriarch (semacam Paus kecil) Gereja Ortodoks Timur.

Di sini kekuasaan patriarch dituruti secara bisu dan gagu. Mereka memang umat yang rajin ke Gereja, namun tak pernah membaca Al Kitab. Hanya mengikut apa kata patriarch, lalu; Amin… Ketika seseorang yang mengaku atheis di hadapan mereka, terkejut mereka mendengarnya. Lalu si atheis itu bertanya kepada murid-muridnya: “Siapa yang pernah membaca Al Kitab?, acungkan tangan ke atas!”. Tak seorang pun mengacung. Dan si guru atheis itu berkata; “Saya membaca Al Kitab luar dan dalam”.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook