KELANGKAAN SOLAR DI RIAU

Polda Turunkan Tim Awasi Distribusi Solar

Riau | Senin, 14 Maret 2022 - 09:21 WIB

Polda Turunkan Tim Awasi Distribusi Solar
Antrean kendaraan mengular saat mengisi BBM jenis solar di sejumlah SPBU di Pekanbaru, seperti di Jalan Arifin Achmad, baru-baru ini. Antrean kendaraan ini menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas. (DEFIZAL/RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - KELANGKAAN solar masih terjadi di sejumlah daerah di Provinsi Riau. Bahkan kelangkaan tersebut berakibat kemacetan jalan karena padatnya kendaraan yang mengantre di SPBU sampai ke jalan. Saat ini, kelangkaan tersebut telah mendapat pantauan langsung pihak Kepolisian Daerah (Polda) Riau.

Hal itu diungkapkan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau Kombes Pol Ferry Irawan pada akhir pekan lalu. Dikatakan Kombes Ferry, pihaknya memang telah melakukan pantauan terhadap situasi serta kondisi terkini. Termasuk mengawasi pelaksanaan pendistribusian BBM solar bersubsidi.


“Sudah masuk dalam pengawasan kami. Apakah ada pelanggaran dari distribusi sampai ke SPBU, itu masih kami dalami. Tim pasti akan terus melakukan pemantauan,” ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto. Kepada Riau Pos, lelaki yang karib disapa Narto ini mengatakan bahwa pihaknya membuka diri kepada masyarakat yang memperoleh informasi adanya permainan dalam distribusi solar bersubsidi ini.

Polisi dipastikan bakal mengambil langkah tegas apabila terbukti ada oknum yang melakukan kelalaian.

“Sampai saat ini masih belum ada laporan. Untuk kondisi terkini, memang dari Ditreskrimsus sudah menurunkan tim untuk melakukan pemantauan langsung di lapangan,” ujarnya.

Sebelumnya, menyikapi masih terjadinya kelangkaan bio solar di beberapa SPBU di Bumi Lancang Kuning, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mengusulkan penambahan kuota bio solar. Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengatakan, secara nasional memang saat ini kuota bio solar dikurangi. Namun dikarenakan keperluan masyarakat Riau masih tinggi, pihaknya mengajukan penambahan kuota.

“Memang kuota bio solar Riau berkurang, karena itu kami sudah minta agar kuotanya ditambah. Agar nantinya tidak terjadi lagi kekurangaan di Riau,” katanya.

Sementara itu Sekretaris Daerah Provinsi Riau SF Hariyanto mengatakan, langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi kekurangan bio solar tersebut selain dengan penambahan kuota, juga dilakukan pengawasan di lapangan.

“Kuota bio solar di Riau ada dikurangi sampai 9 persen, karena itu diminta agar ditambah. Minimal sama dengan kuota sebelumnya agar tidak terjadi lagi kekurangaan,” katanya.

Dari sisi pengawasan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan instansi kepolisian. Seperti mengawasi penyaluran bio solar di SPBU, agar tepat sasaran.

“Pengawasan dilakukan seperti melarang kendaraan industri yang besar mengisi bio solar. Termasuk kendaraan dinas pelat merah juga dilarang mengisi bio solar,” ujarnya.

Sebelum mengajukan penambahan bio solar, pihaknya juga harus memaparkan terlebih dahulu upaya-upaya apa yang sudah dilakukan untuk mengantisipasi kelangkaan. Seperti pengawasan di lapangan.

“Jadi harus ada penjabaran dulu, kalau semua sudah dilakukan dan masih kurang. Artinya memang keperluan meningkat sehingga harus ditambah,” ujarnya.

Sementara itu Area Sales Manager Pertamina Provinsi Riau, Wira Pratama mengatakan, pihaknya sepakat dengan Pemprov Riau untuk melakukan pengawasan agar pembelian BBM bersubsidi tepat sasaran.

“Ini salah satu hal yang bagus agar subsidi tepat sasaran. Sebab kuotanya terbatas dan agar tepat sasaran harus ada pengawasan dari aparat dan dinas terkait juga,” sebutnya.

Dalam pada itu Anggota Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia Ir H Arsyadjuliandi Rachman MBA mengimbau kepada asosiasi-asosiasi perusahaan truk angkutan untuk melakukan negosiasi ulang dengan industri-industri penggunanya di Riau.

Imbauan ini disampaikan sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya penyaluran solar bersubdisi tidak tepat sasaran. Selama ini,  diduga, truk-truk besar yang beroperasi di Riau banyak menikmati solar bersubsidi. Padahal sesuai dengan aturan pemerintah, truk roda enam dan lebih tidak lagi boleh mengisi solar bersubsidi.

Arsyadjuliandi mengatakan, ribuan truk-truk besar beroperasi di Riau sebagai mitra dari industri besar, mulai dari kehutanan, perkebunan, pertambangan, minyak dan gas, serta industri besar lainnya seperti semen, besi, pabrik-pabrik, dan transportasi industri lainnya.

Ia meyakini nilai kontrak pengangkutan masih menggunakan ongkos BBM bersubsidi. Sehingga di lapangan banyak terjadi truk-truk besar berburu solar bersubsidi di SPBU karena harganya jauh lebih murah.

“Kita coba tawarkan solusi jalan keluar dari hulu, agar solar bersubsidi ini tepat sasaran. Kalau harga kontrak angkutan dengan industri itu sudah menggunakan komponen biaya BBM industri, saya pikir, bisa meminimalisir penggunaan solar bersubsidi,” kata anggota Komisi II DPR RI ini, Jumat (11/3) lalu.

Apalagi, tambah Gubernur Riau 2016-2018 ini, harga komoditi industri besar di Riau ini sedang sangat bagus. Hal ini memungkinan untuk negosiasi ulang harga angkutan yang tidak menyedot BBM jenis solar bersubsidi, karena hampir 60 persen dari biaya jasa angkutan itu untuk BBM.

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook