Dia menegaskan, segala upaya akan percuma jika keempat hal dasar tersebut tidak dibenahi. Yang kemudian harus disertai dengan denda bagi mereka yang melanggar ketentuan protokol kesehatan. Terutama, untuk kasus suspect tapi masih sibuk keluar rumah.
Mengenai angka kesembuhan yang mulai naik pun, kata dia, harusnya tak menjadikan pemerintah jumawa. Karena, kebanyakan dari mereka pun sembuh sendiri. Dan termasuk hal yang wajar, sebab terjadi juga di negara-negara lain. dia mengibaratkan hal itu seperti ketika ada orang tua membanggakan anaknya yang tumbuh dengan tinggi 150 cm.
”Kan wajar itu. Di negara lain pun sama, banyak yang sembuh sendiri. Ya jangan dibanggain, mengelabui masyarakat itu namanya,” ungkap Tri.
Pada masa transisi ini, dirinya turut menyoroti kegiatan perkantoran yang mulai ramai. Meski saat ini ketentuan karyawan masuk hanya boleh 50 persen, nyatanya ada juga yang lebih. Atas kondisi tersebut, dia menghimbau agar mereka lebih waspada. Ketika memang dirasa kondisi sulit untuk menjaga jarak maka sebaiknya gunakan face shield. Ini juga berlaku saat Anda berada di transportasi umum.
”Meniadakan (risiko, red) gak? Tentu tidak. Karena (virusnya, red) masih ada. Tapi, lebih aman dari pada menggunakan masker saja,” paparnya.
Dan tentunya, mengurangi kemungkinan transmisi lokal. Masalah deteksi dan isolasi ini memang sangat relevan dengan kondisi di lapangan. Dari pantauan yang dilakukan Jawa Pos, deteksi kasus saat ini masih rendah. Terutama, pada sisi identifikasi spesimen.
Di Jakarta, misalnya. Sejak swab dilakukan di puskesmas, hasil bisa diumumkan 9 hari setelahnya. Masalah birokrasi diduga menjadi salah satu kendala yang ada. Karena puskesmas biasanya harus menyerahkan spesimen ke suku dinas kesehatan terlebih dahulu, lanjut ke dinas kesehatan, baru ke labkesda.
Mirisnya, dalam rentang waktu tunggu tersebut, bahkan tidak ada pantauan yang dilakukan oleh pihak puskesmas. Hanya ada imbauan untuk melakukan isolasi mandiri. Karena tidak adanya pemantauan ini, bisa jadi orang tersebut justru jalan-jalan keluar rumah. Padahal tak menutup kemungkinan bahwa orang tersebut hasilnya psotif Covid-19 dari tes PCR yang dilakukan.
Dikonfirmasi perihal ini, Kepala Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Ngabila Salama menuturkan, lama proses uji PCR dari proses awal hingga pemberitahuan hasil rata-rata sekitar 1-3 hari. Dengan kemampuan tes 9000 spesimen setiap harinya. ”Kalau labkesda dan mikrobiologi UI 1-3 hari,” tuturnya.
Namun diakuinya, beberapa waktu lalu memang sempat terjadi penumpukan specimen karena tes masal yang dilakukan DKI Jakarta. Saking banyaknya sampai harus dibagi ke lab litbangkes. Sementara mengenai pantauan oleh puskesmas, Ngabila mengatakan, bahwa harusnya itu dilakukan. Pihaknya akan menelusuri penyebabnya.
Mengenai upaya penekanan jumlah kasus penularan, saat ini pihaknya tengah fokus pada promosi kesehatan. Sebab menurutnya, yang menjadi kunci adalah kedisiplinan masyarakat menjalankan protokol kesehatan. Sejauh ini ada sejumlah skenario yang diaspkan. Salah satunya, penyuluhan keliling dan menggunakan toa masjid. ”mengubah perilaku ini sangta sulit,” ungkapnya.(sol/byu/tau/mia/jpg)