JERITAN HATI TERPIDANA MATI DI LAPAS BENGKALIS (2-HABIS)

Doa Ibu dan Saksi Kunci yang Tak Dihadirkan

Riau | Sabtu, 01 Juni 2019 - 12:09 WIB

Doa Ibu dan Saksi Kunci yang Tak Dihadirkan
ANAK SUNGAI: Anak sungai yang ada di Desa Jangkang ini yang diduga kerap digunakan warga untuk memasukkan barang dari laut. Karena anak sungai ini hanya berjarak beberapa ratus meter ke bibir pantai. Foto diambil beberapa hari lalu. (MONANG LUBIS/RIAU POS)

Belum tertangkapnya Jefri, menjadi kendala bagi Juliar untuk bisa pulang. Ditambah lagi saksi kunci yaitu sopir travel juga tak bisa dihadirkan dalam persidangan.

Laporan MONANG LUBIS, Bengkalis

Baca Juga :Pastikan Lapas Aman di Malam Pergantian Tahun

Doa agar Juliar bisa cepat pulang hanya didapatkannya dari Darmiwati (52) ibundanya. Sebagai ibu, Darmiwati tak ingin berlebihan membela anaknya. “Di dunia ini, mungkin banyak orangtua yang membela anaknya, meski anaknya bersalah.

Tapi tidak dengan saya. Saya tidak ingin melakukan hal itu. Saya yakin kebenaran pasti akan terungkap. Dan pertolongan Allah sangat dekat,” ucapnya.

 

Doa satu-satunya yang setiap hari dia panjatkan untuk kebaikan putranya. Darmiwati ingat betul saat pertama kali mendapat kabar Juliar ditangkap atas kasus narkoba. Saat itu sekitar pukul 14.00 WIB, tetangga sebelah rumahnya H Arifin yang juga Ketua Lembaga Adat Melayu, Kecamatan Bantan membawa kabar itu.

 

Tubuh ini rasanya lemas. Berdiri pun rasanya sudah tak sanggup. Air mata tak terbendung lagi. Situasinya, antara sadar dengan tidak. Bingung harus berbuat apa, karena selama ini tidak pernah berurusan dengan pihak kepolisian.

 

Sejak kejadian itu, berhari-hari tidak berselera makan. Tak peduli lagi dengan situasi rumah maupun kebun karet yang menjadi tumpuan hidup harus ditakik. Akhirnya posisi menakik digantikan adik perempuan Iyar yang sekolah di Madrasah Aliyah.

 

Berhari-hari Darmiwati menunggu saat untuk bisa melihat Iyar. Selama itu pula dia berada dalam kerisauan dan tidak bisa tidur. “Saat sudah bisa membesuk Iyar. Kami tidak membicarakan masalah yang menimpanya.

Kami memilih berbicara dari hati ke hati bahwa apa yang menimpanya merupakan ujian Allah. Saya hanya memintanya mendekatkan diri kepada Allah dengan tidak meninggalkan salat dan terus berdoa,” ungkap Darmiwati.
 

Menurut Darmiwati, Iyar terlihat tegar. Meski lewat tatapannya, Darmiwati tahu betul putranya itu terluka dan sangat bersedih, namun dia berusaha tidak memperlihatkannya.

 

“Bahkan Iyar selalu mengingatkan agar saya jangan memaksakan diri untuk setiap pekan membesuknya. Dia selalu bilang kalau tidak ada uang tak usah membesuk. Lebih bagus uangnya untuk transportasi adik-adiknya berangkat sekokah,” sebut Darmiwati.

 

 Hal yang tak dapat dilupakan Darmiwati adalah saat vonis. Darmiwati menunggui sampai Iyar dan dua terdakwa lainnya divonis. Darmiwati sangat tidak menyangka putranya dijatuhi hukuman mati. Lunglai seluruh tubuhnya, harapannya punah. Rasanya dunia menjadi gelap. Namun dia sadar, dia tidak boleh lemah di hadapan Iyar. Meski hatinya hancur berkeping-keping, namun di hadapan Iyar dia tidak menangis. Malah sebaliknya, Iyar yang menangis di sel tahanan pengadilan,” cerita Darmiwati, sambil mengatakan ingin memeluk putranya itu dan menenangkannya, namun terpisah oleh jeruji besi.

 

Sejak saat itulah, Darmiwati sadar bahwa air mata tidak bisa mengubah keadaan. Darmiwati memilih berhenti menangis, dan berserah atas kehendak Sang Pencipta. Dari lubuk hatinya yang terdalam dia yakin, putranya itu akan pulang.

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook