JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Presiden Joko Widodo meminta ada evaluasi total dalam pemberantasan korupsi. Pencegahan perilaku korupsi perlu dijalankan secara sistemik agar tindakan culas tersebut bisa diberantas. Salah satunya lewat penggunaan teknologi dalam menjalankan pemerintahan dan pelayanan di masyarakat.
Presiden menyebut pemberantasan korupsi harus digalakkan. Dia prihatin melihat data masih banyaknya pejabat yang ditangkap KPK lantaran berperilaku korupsi. “Terlalu banyak pejabat-pejabat kita yang ditangkap dan dipenjarakan,” ucapnya dalam peringatan Hakordia di Istora Senayan, kemarin.
Selama 2004-2022 tercatat ada 344 pimpinan dan anggota DPR baik pusat maupun daerah yang telah dipenjara akibat korupsi. Juga 38 menteri dan kepala lembaga dan 24 gubernur. Ada 24 gubernur dan 162 bupati atau wali kota. Serta delapan komisioner baik KPU, KPPU, dan KY. Juga 415 orang dari pihak swasta. Terlalu banyak yang ditangkap.
‘’Tidak ada di negara lain yang memenjarakan pejabatnya sebanyak seperti di Indonesia saat ini. Jangan ditepuktangan,’’ katanya.
Dia meminta agar ada evaluasi total untuk pemberantasan korupsi ke depan. Baik dari sektor pendidikan, pencegahan, maupun penindakan. Sebab, hukuman penjara saat ini ternyata juga belum membuat para koruptor kapok.
Pemerintah selama ini telah melakukan berbagai upaya dalam pencegahan korupsi. Di antaranya dengan menggunakan teknologi dalam pelayanan pemerintahan dan masyarakat. Salah satunya sistem e catalog. Berbagai aplikasi diciptakan agar memudahkan masyarakat. Pun juga membatasi agar pejabat dan pengusaha tidak sampai ketemu dalam pengurusan izin. Salah satunya lewat Online Single Submission (OSS). Ini sebagai langkah untuk memagari agar pejabat tidak melakukan korupsi atas kewenangannya.
Presiden juga mendorong agar pemerintah dan DPR mempercepat finalisasi RUU perampasan aset tindak pidana korupsi dan RUU pembatasan uang kartal. Dua aturan ini penting untuk memasifkan upaya pencegahan perilaku korupsi dan memberikan efek jera bagi koruptor.
Ketua KPK Sementara Nawawi Pomolango mengatakan, saat ini upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan. Namun, sayangnya, beberapa indikator menunjukkan pemberantasan tersebut belum efektif dan efisien.
“Skor indeks persepsi korupsi tidak meningkat dan cenderung stagnan,” paparnya. Pun dengan skor indeks perilaku anti korupsi (IPAK) dan survei penilaian integritas (SPI) yang skornya cenderung menurun setiap tahun.
Nawawi juga memaparkan, saat ini selain bersinergi, perlu adanya penggunaan teknologi dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebab, sejumlah kisah sukses mencegah dan memberantas korupsi di kementerian/lembaga menjadi contoh pentingnya sinergi kelembagaan dan penggunaan teknologi informasi.
‘’Teknologi informasi telah mendorong sinergi 14 kementerian/lembaga di pusat dan pemerintah daerah pada Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara),’’ paparnya.
Sistem ini memperbaiki tata kelola batubara secara signifikan termasuk mencegah illegal mining, penyelundupan ekspor dan praktek yang merugikan penerimaan negara sejak puluhan tahun.(fiz)
Laporan JPG, Jakarta