Dari partai politik, Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Bambang DH menilai, ada gejala umum yang terjadi pada partisipasi pemilih pada sebuah pemilihan beberapa waktu terakhir. Khususnya, pada daerah yang memiliki calon petahana. Ketika pemilih menghendaki seorang pemimpin memimpin kembali, ada kecenderungan partisipasi pemilihnya rendah.
Sebaliknya, ketika masyarakat tidak lagi menginginkan si pemimpin memimpin lagi, mereka akan datang ke TPS untuk menghadang. ‘’Bisa jadi, partisipasi pemilih yang minim itu karena trust. Ah sudah bagus, itu gejala umumnya,’’ terangnya. Kalau yang terjadi sebaliknya, maka pemilih akan berbondong-bondong ke TPS untuk memilih calon lain agar kepemimpinan berganti.
Meski begitu, Bambang meminta masyarakat tidak terlalu mudah menilai rendahnya partisipasi politik hanya dari kedatangan pemilih ke TPS. ‘’Ada partisipasi politik yang nilainya tinggi, misalnya seorang tokoh politik menulis di media massa lalu tulisannya mempengaruhi kebijakan publik,’’ tambahnya. Bahkan, untukk rasa menurut dia juga bagian dari partisipasi politik.
Sementara itu, Sekretaris Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno mengaku bahwa aspek apatisme masyarakat urban bukan menjadi satu-satunya faktor terkait rendahnya keikusertaan di kota-kota besar. Menurutnya, pelaksanaan Pilkada serentak tahun ini punya nuansa beda dengan pilkada sebelumnya. Salah satu kurangnya kesempatan sosialisasi baik dari panitia pemilu dan kandidat kepala daerah.
‘’Prosesnya seperti hanya kewajiban untuk memilih pimpinan daerah. Padahal, harusnya pilkada ini adalah pesta demokrasi yang menjadi hak bagi rakyat di setiap daerah. Itu terlihat dari kurangnya sosialisasi dan alat-alat peraga sebelum pemilihan. Jadi kurang ramai dan antusiasme masyarakat kota pun gampang menurun,’’ ungkapnya.
Menurutnya, pendidikan politik kepada masyarakat kota harus diberikan jauh-jauh sebelum pilkada sebelumnya jika ingin keaktifan masyarakat meningkat. Rakyat harus disadarkan bahwa proses ini bakal menentukan pemimpin lima tahun ke depan. ‘’Harusnya pemerintah pusat punya kapabilitas untuk melakukan itu. Misalnya, Kementerian Dalam Negeri yang bisa menjangkau level kelurahan dan desa dan meningkatkan kesadaran,’’ terangnya.