JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pelantikan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai presiden-wakil presiden tinggal 12 hari lagi. Bursa menteri pun menghangat lagi.
Kini muncul desakan agar Jokowi mensterilkan posisi tiga kementerian/lembaga dari kader parpol. Yakni, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Kejaksaan Agung (Kejagung).
’’Jaksa agung itu pejabat setingkat menteri. Sebaiknya tidak diisi orang partai politik,’’ ucap Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris kepada Jawa Pos kemarin.
Dia menjelaskan, tiga posisi itu tergolong strategis di kabinet dan berkaitan dengan bidang polhukam.
”Kalau dipegang orang partai, tentu akan muncul loyalitas ganda. Loyalitas kepada partai di satu pihak dan kepada presiden di pihak lain,” tambahnya.
Pernyataan senada disampaikan Direktur Riset Charta Politica Muslimin. Namun, dia menambahkan, kementerian strategis seperti bidang ekonomi dan hukum harus diserahkan kepada orang-orang yang punya kompetensi dan integritas kuat.
Dia menuturkan, yang utama saat ini adalah memastikan Jokowi memenuhi janji dalam menyusun komposisi menteri. Yakni, 55 persen berasal dari kalangan profesional dan 45 persen lainnya dari usul parpol. Artinya, apabila jumlah menteri masih 34 kursi, 19 di antaranya harus dari kalangan profesional.
Kemudian, pos menteri yang sepanjang lima tahun ini bermasalah harus dievaluasi. ”Ternyata, kementerian yang bermasalah itu memang diisi partai politik,” lanjutnya.
Bahkan, ada yang sampai menjadi tersangka kasus korupsi seperti menteri pemuda dan olahraga serta menteri sosial. Bisa saja pos bermasalah itu diisi parpol. Namun, harus dipastikan orangnya mampu dan berintegritas.
Dia menyarankan agar kementerian strategis tidak diberikan sebagai jatah parpol. Meskipun yang disodorkan partai adalah orang yang kapabel dalam bidangnya. ”Menurut saya tetap akan terjadi konflik kepentingan dengan partai politik,” tutur Muslimin.
Opsi lain, presiden bisa memilih orang dari internal kementerian seperti yang dilakukan di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Kebijakan itu bisa diberlakukan di Kemendagri. ”Silakan ambil orang-orang internal yang punya kapasitas dan pengalaman untuk mengurusi kementerian terkait,” tambahnya.
Sebagai konsekuensi pengalihan jatah parpol ke profesional, lanjut dia, akan ada pengalihan pula dari profesional ke parpol di kementerian tertentu. Hal itu sah-sah saja. Yang penting, parpol harus punya komitmen untuk mengajukan nama-nama yang memang punya kapasitas mumpuni. Integritasnya juga harus sudah teruji. Pada akhirnya, kader tersebut tetap harus lebih loyal kepada presiden.
Pada bagian lain, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, Jokowi pasti menunggu situasi kondusif untuk mengumumkan nama-nama menterinya. Dia berseloroh, saat ini Jokowi sedang pusing gara-gara polemik revisi UU KPK. ”Maju kena, mundur kena,” kata dia. Jokowi bingung apakah akan mengeluarkan perppu atau tidak. Jika perppu dikeluarkan, partai-partai koalisi akan marah. Namun, kalau perppu tidak dikeluarkan, Jokowi akan berhadapan dengan kehendak rakyat.
Jadi, lanjut dia, Jokowi sekarang terbelenggu dengan wacana perppu. Menurut dia, perppu KPK akan mengancam partai. Jika perppu dikeluarkan, KPK bisa menyasar mereka. ”Karena kita tahu, berapa Ketum partai yang ditangkap KPK,” terang direktur eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu.
Sementara itu, parpol-parpol mengaku belum tahu tentang sosok menteri. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, sampai kemarin partainya belum mendapat kepastian berapa jatah menteri yang akan didapatkan.
”Soal kabinet itu hak prerogatif Pak Jokowi untuk menentukan komposisi dan figur yang dibutuhkan,” terang dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin (7/10).
Menurut dia, Partai Golkar sangat percaya bahwa Jokowi memiliki penilaian yang sangat objektif untuk memilih figur yang tepat. Anggota DPR itu menerangkan, Jokowi tentu mengetahui mana figur-figur yang memiliki kompetensi, integritas, dan punya kemampuan manajerial.
Jika Jokowi meminta Partai Golkar untuk mengisi portofolio kabinet yang dibutuhkan sesuai dengan bidangnya, tentu pihaknya memiliki kader-kader untuk mengisi portofolio yang dikehendaki Jokowi. ”Nama-nama tersebut sudah ada di kantong ketua umum Partai Golkar, Pak Airlangga Hartarto,” terang Ace.
Hal serupa disampaikan Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya. Menurut dia, partainya masih menunggu siapa saja kader Nasdem yang akan dipilih menjadi pembantu presiden. Apakah Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh belum mendapat kepastian dari Jokowi? Willy enggan menjawab. Yang pasti, ucap dia, penentuan menteri merupakan hak penuh presiden. Partainya menyerahkan sepenuhnya kepada presiden.
Wasekjen PPP Achmad Baidowi juga memastikan bahwa partainya belum mendapat kepastian dari presiden. “Belum, karena itu hak prerogatif Jokowi selaku presiden terpilih,” terang dia.
Sementara itu, PKB enggan berkomentar terkait jatah menteri. Sekjen PKB M. Hasanudin Wahid tidak bersedia menjawab soal kepastian menteri. Saat ini para petinggi partai menjaga diri untuk tidak banyak bicara soal jatah menteri. Sebab, mereka khawatir, partainya malah tidak dapat apa-apa. ”Salah ngomong, bisa-bisa hanya dapat satu menteri. Repot kita,” tutur seorang senior partai kepada Jawa Pos kemarin.
Di tempat terpisah, tenaga ahli utama bidang polhukam Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro membantah presiden tersandera kepentingan politik dalam menyusun kabinet. Menurut dia, presiden memiliki hak prerogatif dalam memilih pembantunya. Baik dari unsur partai maupun profesional. ”Presiden punya kebebasan dan hak yang sangat kuat untuk menyusun kabinet,” katanya. Namun, soal seberapa jauh penyusunan sudah dilakukan Jokowi, Juri mengaku belum mengetahui secara detail. Sebab, hanya presiden yang mengetahui kebutuhannya.
Hal yang sama disampaikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Saat dimintai konfirmasi, politikus PDIP itu hanya menjawab singkat. ”Itu hak prerogatif presiden,” imbuhnya. Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan tidak akan mengumumkan kabinet buru-buru. Dia akan menyampaikan setelah resmi menjadi presiden periode 2019–2024. ”Dilantik aja belum. Nanti kalau sudah pelantikan kita bicara soal kabinet,” ujarnya Rabu (2/10).
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman