KOLOM HARY B KORIUN

Munich, Paris

Perca | Kamis, 26 November 2015 - 14:06 WIB

Munich, Paris

Balas dendam hanya akan melahirkan balas dendam yang lain. Darah yang tumpah hanya akan menumpahkan darah yang lain...

 KESADARAN akan buruknya memelihara dendam, muncul dalam diri Avner. Dia memahami bahwa konflik Yahudi (Israel) dengan Islam (Palestina) tak akan pernah berhenti sebelum kiamat datang. Setidaknya itulah yang diceritakan dalam kitab suci. Semakin dia dan kelompoknya mengejar para pelaku Black Setember, semakin besar juga balasan mereka (yang disebut Fadeyeen).

Avner (Eric Bana) adalah tokoh rekaan sutradara Steven Spielberg dalam film Munich (2005). Film ini diangkat dari buku Vengeance: The True Story of an Israeli Counter-Terrorist Team karya wartawan Kanada, George Jonas, yang menulisnya dari cerita yang dituturkan oleh Yuval Aviv. Yuval mengaku orang yang paling tahu tentang operasi rahasia yang dibentuk oleh Mossad.

“Ini adalah film fiksi tentang kisah nyata Black September,” kata Spielberg tentang film yang mendapat banyak penghargaan ini.

“Kisah nyata” yang dimaksud sutradara keturunan Yahudi itu adalah peristiwa 5 September 1972 saat Olimpiade Munchen/Munich (Jerman Barat) berlangsung. Sekelompok orang  yang terdiri dari 8 orang bersenjata yang mengaku militan Palestina —belakangan Mohammed Daud Odeh, seorang anggota Dewan Nasional Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dari faksi Fatah, mengakui sebagai orang di balik serangan itu—  masuk perkampungan atlet Israel, yakni di Apartemen Connolystrasse, Blok 31 Munchen. Asrama atlet Israel ini bersebelahan dengan asrama atlet Uruguay dan Hongkong.

Setelah masuk ke asrama Israel, milisi Palestina ini mendapat perlawanan dari atlet gulat Israel, Yossef Gutfreund, yang belum tertidur pada pukul 04.30 pagi itu. Dia sempat berteriak agar teman-temannya melarikan diri. Dua berhasil keluar dari ruangan dan selamat. Sayangnya, 8 lainnya berhasil disandera. Yossef sendiri tewas di tempat setelah gagal merebut senjata penyusup, dan kemudian ditembak. Selain Yossef, satu lagi yang tewas di tempat adalah Mosche Weinberg, pelatih gulat, yang ditembak setelah gagal menyerang penyusup dengan pisau.

Kelompok ini menuntut pembebasan 234 tahanan Palestina dari penjara di Israel. Mereka juga meminta dibebaskannya dua pimpinan kelompok kiri Palestina, yakni Baader-Meinhoff. Terakhir, mereka minta jalan aman ke Mesir. Israel menolak pembebasan tahanan Palestina, namun pemerintah Jerman menyanggupi rute aman menuju Kairo (yang ternyata kemudian merupakan sebuah jebakan), termasuk membebaskan pemimpin Baader-Meinhof, Ulrike Meinhof dan Andreas Baader.

Drama penyanderaan ini berakhir tragis. Polisi dan tentara Jerman  menyediakan bus Volkswagen untuk 8 militan dan 9 sandera, menuju Bandara Furstenfeldbruck. Di sana, Jet 727 “palsu” sudah menunggu, yang “akan” mengantarkan mereka ke Kairo. Penjebakan sudah dilakukan sedemikian rupa. Di dalam jet tersebut sudah ada 6 personel polisi yang menyamar sebagai kru, dengan penembak jitu yang sudah berada di posisinya.

Sayangnya, malapetaka kemudian terjadi. Dua petugas polisi bertindak gegabah yang kemudian terjadi baku-tembak brutal yang menewaskan 9 sandera dan 3 penyandera, plus seorang polisi. Jet itu akhirnya meledak.

Atlet dan pelatih Israel yang tewas itu adalah Yosses Gutfreud, Mosche Weinberg, Yossef Romano, David Mark Berger, Mark Slavin, Jacov Springer, Andre Spitzer, Kehat Shorr, Elieszer Halfin, Amitzur Shapira, dan Zeev Friedman. Dua yang berhasil lolos adalah  Tuvia Sokolovsky  dan Gad Zobari. Peristiwa ini adalah pukulan telak bagi dunia olahraga yang kemudian dikenal sebagai Black September.

 

Baca Juga :PBSI Bentuk Tim Pokja dan Satgas







Tuliskan Komentar anda dari account Facebook