“... Sekarang, apa kalian sungguh berpikir bahwa seseorang yang mengorbankan sekian waktu dan seteliti ini, mengetik semua ini di Microsof Word? Liputan kami adalah tentang apakah Bush menenuhi tugas militernya atau tidak. Tetapi tak ada yang ingin bicara soal itu. Mereka ingin bicara soal jenis huruf dan pemalsuan serta teori konspirasi. Karena itu yang lakukan orang sekarang di saat tak suka pada sebuah berita. Mereka menunjuk orang dan berteriak. Mereka mempertanyakan pandangan politikmu, objektivitasmu. Bahkan rasa kemanusiaanmu. Dan mereka berharap kebenaran akan hilang dalam kehebohan. Dan saat kasus itu akhirnya usai, mereka telah menendang dan berteriak begitu lantang hingga kita tak ingat intinya apa…” –Mary Alice Mapes
MARY Alice Mapes seorang wartawati langka di tengah blur dan biasnya pemberitaan yang dilakukan banyak wartawan. Dia jujur, ulet, teliti, cerdas, punya visi, dan berusaha menjauhkan diri dari segala bentuk kecurangan dalam menggali sebuah berita. Baginya, verifikasi adalah segalanya. Harus dilakukan berulang-ulang. Dokumen juga harus ditelaah keasliannya: bahkan hingga ke font (jenis huruf) yang ada di masa itu ketika dokumen itu dibuat. Dia dan tim liputannya bahkan harus menyewa beberapa orang ahli untuk memastikan dokumen yang didapatkan itu asli. Juga mengecek kepada banyak sumber yang hidup dan dekat di sekitar saat dokumen itu dibuat.
Itulah yang dilakukannya saat memverifikasi Killian Documents. Dokumen tentang skandal militer Presiden Amerika Serikat (AS), George Walker Bush (Bush Jr), yang sedang mempersiapkan kampanye periode keduanya memimpin AS. Namun, dia kesandung oleh dokumen itu yang membuat karir dan integritasnya hancur.
Tahun 2004, sebelum pelaksanaan pemilu, Mary menemukan cerita baru yang kemudian dikenal dengan kontroversi Dokumen Killian tersebut. Bersama timnya, yaitu Mike Smith, Lucy Scott, dan Kolonel Roger Charles, serta Dan Rather sebagai interviewer, Mary kemudian melakukan investigasi untuk mencari bukti tentang benar atau tidaknya Bush menerima perlakuan istimewa selama masa militernya dan menghindari pelayanan militer ke Vietnam.
Mereka berusaha menyelidiki sejarah Bush di kemiliteran AS, Texas Air National Guard. Mereka berspekulasi bahwa Mei 1972-Mei 1973 Bush tidak tercatat poinnya dalam record kemiliteran. Mereka mulai mengumpulkan bukti dengan melakukan berbagai riset, seperti mewawancarai beberapa tokoh yang mungkin mengetahui hal ini. Mereka mewawancarai Ben Barnes, mantan Gubernur Texas dan beberapa jenderal yang menjabat kala itu, namun tak ada yang memberikan informasi.
Kemudian muncul seseorang bernama Bill Burkett yang mengaku mempunyai salinan dokumen Killian tersebut. Setelah mendapatkan dokumen, Dan Rather sebagai interviewer mulai mewawancarai Robert Strong (Texas National Air Guard), Marcel Matley (pengecek dokumen), dan Jenderal Bobby Hodges (Texas National Air Guard). Mereka mengonfirmasi dokumen itu dan ditayangkanlah hasil investigasi tersebut dalam program 60 Minutes di televisi CBS News.
Tayangan program itu masuk dalam rating tertinggi untuk program news. Seluruh AS dibuat heboh. Namun, muncul masalah: keaslian Dokumen Killian dipertanyakan. Mereka memperdebatkan tulisan yang berada di dalam dokumen tersebut diketik dalam Microsoft Word yang mana aplikasi itu belum ada pada tahun 1970-an. Tim Mary kemudian mulai mencari bukti lain, yaitu dokumen “111th” (maksudnya apakah mesin ketik atau komputer pada tahun 1970-an sudah tersedia jenis font yang bisa menulis “111th”, dengan “th” berada di atas sebelah kanan dengan besar font lebih kecil?). Setelah ditemukan oleh Charles, Dan Rather mengumumkan bahwa dokumen “111th” itu mengonfirmasi benar adanya Dokumen Killian. Sialnya, Jenderal Hodges menghubungi Mary dan berkata mengapa Washington Post berkata dirinya adalah ”kartu truf” dan dia berpikir kembali bahwa dokumen Killian itu palsu. Padahal ketika Mary menelpon saat mengonfirmasi dokumen tersebut, Hodges mengatakan asli.
Tuduhan ini menjadi masalah besar bagi Mary dan timnya, dan CBS. Dan Rather dan Mary dikejar oleh wartawan lain yang menginginkan yang terus mempertanyakan keaslian dokumen tersebut. Berita dan pandangan perpolitikan menjadi kacau. Untuk itu, Dan Rather dan Mary berusaha menggali lebih dalam lagi dengan mewawancarai Bill Burkett sebagai orang yang memberikan mereka Dokumen Killian tersebut dan meminta klarifikasi langsung. Namun, semuanya memang benar-benar menjadi buruk: mereka sulit untuk membuktikan keautentikan Dokumen Killian karena Bill mengaku berbohong tentang asal dokumen tersebut. Dan Rather kemudian melakukan konferensi permintaan maaf atas apa yang terjadi dalam program berita CBS Evening News.
Masalah pribadi pun kemudian dibawa-bawa dalam masalah ini. Masa lalu yang buruk –sering menjadi sasaran pukulan oleh ayahnya sejak kecil— yang membuat Mary dikenal sebagai orang yang berpandangan politik liberal-keras dan feminis, program 60 Minutes yang diproduserinya dituduh bias, oposisi terhadap Bush, dan berpihak kepada John Kerry. Mary kemudian dihakimi oleh “board of judge” –sebuah tim panel internal CBS-- yang menyelidiki kasusnya. Mary tetap membela diri bahwa apa yang dilakukannya bersama timnya sudah sesuai standar jurnalistik. Termasuk cara investigasinya.
Sayangnya, Mary dan ketiga anggotanya akhirnya dipecat. Karir jurnalistiknya seperti dimatikan. Dan Rather –salah satu wartawan senior dan disegani di AS-- mengundurkan diri dari CBS, sebagai rasa solidaritasnya dengan Mary dkk. Dia kemudian membuat program Dan Rather Reports di saluran televisi kabel HDNet meski usinya sudah lebih 90 tahun saat ini. Ironisnya, liputan Mary dan timnya itu termasuk salah satu karya besar dunia jurnalistik di AS dan dunia.
Mary kemudian menulis apa yang terjadi kepadanya –juga perjuangannya dalam membela prinsip-prinsipnya sebagai seorang jurnalis investigasi-- dalam buku berjudul Truth and Duty: The Press, the President and the Privilege of Power. Sutradara James Vanderbilt kemudian mengangkatnya dalam film berjudul Truth pada tahun 2015. Aktris Cate Blanchett dan Robert Redford berperan sebagai Mary Mapes dan Dan Rather.
Sebagai orang yang lama hidup di jurnalistik –yang mencari dan membawakan berita untuk CBS Evening News sejak 1941— merujuk kasus yang melibatkan Mary dan dirinya, Dan Rather dengan penuh satire mengatakan: “There is no standard here, no books full of jurnalistic laws, no written codes, there is just opinion” (Di sini tidak ada standar, tidak ada buku yang penuh dengan hukum jurnalistik, tidak ada kode tertulis, yang ada hanyalah opini). Namun, dia tetap menekankan, jurnalis tetaplah mesti mempunyai courage atau keberanian untuk mengungkap kebenaran.
Di tengah jurnalisme dikuasai oleh clickbait, wartawan yang memiliki keberanian mengungkap kebenaran inilah yang terus memudar dan menghilang. Jika itu terus terjadi, masih adakah orang yang percaya dengan kebenaran dari hasil kerja jurnalistik?***