ASIAN GAMES 2018

Asian Games dan Infrastruktur Olahraga Kita

Perca | Selasa, 21 Agustus 2018 - 22:27 WIB

Asian Games dan Infrastruktur Olahraga Kita
Stadion Utama Riau, salah satu stadion megah dan besar di Indonesia yang bisa menjadi tempat iven olahraga besar. Sayangnya tak terawat dengan baik. (SAID MUFTI/RIAU POS)

Catatan Hary B Kori’un (Palembang)

PENYELENGGARAAN Asian Games 2018 yang digelar Jakarta dan Palembang pantas mendapatkan apresiasi dari seluruh masyarakat, baik Indonesia sendiri maupun dunia. Pembangunan arena olahraga dan segala persiapan lainnya yang hampir menghabiskan uang triliunan rupiah ini dilakukan agar pesta olahraga terbesar dunia kedua setelah Olimpiade ini berjalan sukses.

Baca Juga :Napoleon (2)

Seperti yang dilakukan Presiden Soekarno menjelang Asian Games 1962, untuk persiapan kali ini, pemerintah juga bekerja maksimal untuk membangun baru dan merenovasi gelanggang olahraga. Gelora Bung Karno yang sudah pernah direnovasi menjelang Piala Asia 2007, kembali dipugar dengan biaya lebih 600 miliar. Ini dilakukan untuk "mempermuda’ stadion yang di Asian Games 1962 merupakan salah satu stadion termegah di Asia, bahkan dunia.

Dalam pembukaan hari Sabtu, 18 Agustus 2018 lalu, selain terlihat kemeriahannya, juga dukungan kemegahan, keindahan, dan kewibawaan Gelora Bung Karno yang memang terlihat "muda". Stadion yang ketika dibangun dulu berkapasitas 100 ribu penonton (bahkan saat final Kompetisi Perserikatan antara PSMS Medan vs Persib Bandung 1985 dan Indonesia vs Thailand di Piala Tiger 2002 menampung sekitar 120 ribu penonton) kini sudah diperlonggar dengan hanya memberi 76.127 tempat duduk. Jadi, tidak boleh lagi ada penonton yang berdiri seperti sebelumnya.

Bukan hanya Gelora Bung Karno, Indonesia saat ini juga memiliki stadion-stadion megah dengan seluruhnya memiliki tribun tertutup. Kita punya Stadion Utama Riau (Pekanbaru), Bandung Lautan Api (Bandung),  Palaran (Samarinda),  Bung Tomo (Surabaya), Batakan (Balikpapan),  Patriot Candrabagha (Bekasi), Wibawa Mukti (Bekasi), dan  Pakansari (Bogor).

Beberapa stadion lain yang dibangun megah tapi tak semuanya memiliki tribun tertutup adalah Stadion Joko Samudro (Gresik),  Jakabaring (Palembang),  Haji Imbut (Tenggarong),  Sultan Agung (Bantul),  Maguwoharjo (Sleman),  Si Jalak Harupat (Soreang), dan  Jatidiri (Semarang, sedang renovasi). Menjelan PON 2020, Pemprov Papua juga sedang membangun stadion megah di Jayapura.

Stadion-stadion tersebut dibangun dengan fasilitas standar FIFA yang selain menyangkut keamanan dan kenyamanan tim yang bertanding, juga memberi keamanan dan kenyamanan penonton. Standar ini jelas, yakni agar siapapun yang berada di stadion, baik untuk bermain maupun menyaksikan pertandingan, mendapatkan keamanan dan kenyamanan. Maka bukan hal yang baru lagi kalau di setiap pertandingan apapun yang dimainkan di stadion-stadion sepakbola, mulai terlihat banyak anak-anak dan wanita. Ini sudah sangat standar: anak-anak dan wanita selalu memerlukan keamanan dan kenyamanan.

Di Asian Games 2018 ini, ada enam stadion yang digunakan. Gelora Bung Karno khusus untuk perlombaan atletik. Untuk sepakbola putra dimainkan di tiga stadion, yakni Stadion Pakansari, Wibawa Mukti, Si Jalak Harupat, dan Patriot Chandrabagha. Sedang untuk sepakbola putri dimainkan di Stadion Jakabaring dan Stadion Bumi Sriwijaya. Stadion Bumi Sriwijaya sebenarnya tidak berstandar baik, dari segi fasilitas dan infrastruktur maupun keamanan dan kenyamanan. Namun upaya renovasi sudah membuat stadion ini lumayan untuk pertandingan. Stadion ini dipakai untuk pertandingan terakhir masing-masing grup dalam waktu bersamaan untuk menghindari main mata.

Banyaknya stadion besar yang dimiliki Indonesia, bisa jadi sebuah cermin dari perhatian besar pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masing-masing untuk membangun infrastruktur olahraga, dengan harapan akan ikut memacu perkembangan olahraga di tanah air. Sayangnya, ada beberapa stadion besar dan megah yang setelah dibangun dan dipakai untuk iven besar, kemudian dibiarkan tak terpakai. Bahkan tak terurus. Dua di antara yang bisa menjadi contoh adalah Stadion Utama Riau dan Stadion Palaran, Kaltim. Keduanya dibangun untuk kemegahan PON, tapi karena tak ada klub sepakbola yang menjadikannya home base dan tak adanya iven besar,  akhirnya tak terawat. Alasannya, biaya perawatan tinggi.

Di luar persoalan klise tersebut, tetap ada harapan agar pembangunan infrastruk olahraga tidak sebatas untuk Asian Games dan pesta olahraga lainnya. Tetap harus dilakukan di berbagai daerah yang saat ini belum memiliki fasilitas olahraga yang memadai. Bayangkan kalau kota-kota yang memiliki klub Liga 1 di Indonesia memakai stadion besar (dibangun oleh pemprov atau pemkot masing-masing) maka kita akan punya banyak stadion megah. Jangan setingkat Piala Asia, Piala Dunia pun kita siap menyelenggarakan.

Hanya saja, sekali lagi, jangan hanya membangun saja. Merawat yang ada juga jauh lebih penting. Dan itulah yang dilakukan Pemprov Sumsel: merawat fasilitas olahraga dengan menyelenggarakan pertandingan. Tingkat provinsi, nasional, maupun internasional. Apakah kita di Riau bisa melakukannya?***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook