JAKARTA (PEKANBARU) --Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendapat "dampak buruk" di era kepemimpinan Firli Bahuri. Itu lantaran “ulah” Firli saat pulang kampung ke Baturaja, Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan yang naik helikopter president class pada Sabtu (20/6) pekan lalu. Meski menuai kritik, belum ada teguran dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK kepada Firli. Gaya hidup mewah Firli itu sebetulnya sudah dilaporkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) kepada Dewas pada Rabu (24/6) lalu. Namun, Dewas belum melakukan pemeriksaan terhadap Firli. Sejauh ini, Dewas masih sebatas mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan perwira tinggi polisi bintang tiga tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut Firli sejatinya sudah menyampaikan kegiatan pulang kampung naik helikopter itu ke pimpinan yang lain. Menurut Alex, ada pertimbangan yang membuat Firli menggunakan moda transportasi kelas elit itu. Salah satunya untuk efisiensi waktu perjalanan.
"Dari Palembang ke kampung (Baturaja) dia (Firli) kalau naik mobil itu 7 jam atau berapa gitu," kata Alex saat kegiatan bagi-bagi masker di kawasan Sudirman, Jakarta, kemarin (26/6).
Alex menyebut Firli hanya mengambil cuti sehari untuk pulang ke kampung halamannya. "Makanya nyewa helikopter itu, bayar kok dia (Firli) bilang," paparnya.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyatakan menyewa helikopter itu sudah masuk kategori gaya hidup mewah. Apalagi menyewa helikopter president class seperti yang disewa Firli untuk menempuh perjalanan dari Palembang ke Baturaja. Boyamin mengatakan, helikopter yang disewa Firli pernah disebut motivator Tung Desem Waringin sebagai Helimousine President Air.
"Jarak yang ditempuh (Palembang-Baturaja) sebenarnya hanya perlu 4 jam pakai mobil. Dan tidak ada yang mendesak karena urusan pribadi," paparnya.
Menurut Boyamin, kegiatan Firli di Baturaja untuk mengunjungi ke kampung halaman sekaligus ziarah makam orang tua. "Jadi jelas (naik helikopter) itu hedonis," imbuh dia.
Gaya hidup mewah secara tegas dilarang dalam Peraturan Dewas (Perdewas) Nomor 1/2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Di poin 1 (integritas) nomor 27 peraturan itu mengisyaratkan insan KPK agar tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat, terutama kepada insan komisi.
Di Perdewas nomor 1/2020 itu juga mengatur tentang etika kepemimpinan. Salah satunya di angka 6 poin kepemimpinan. Isinya, insan komisi harus menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari. ”Firli harus patuh pada kode etik yang dibuat Dewas KPK,” ujar Boyamin.
"Kalau tidak patuh, bagaimana mungkin dia (Firli) minta rakyat patuh hukum," kritiknya.
Boyamin khawatir, gaya mewah pemimpin KPK bila dibiarkan akan membuat masyarakat semakin tidak respect pada lembaga anak kandung reformasi tersebut. Terlebih, hasil survei Paramadina Public Policy Institute (PPPI) yang dirilis baru-baru ini menyebutkan era kepemimpinan Firli berdampak negatif bagi KPK.(tyo/jpg)