51 DARI TOTAL 75 PEGAWAI KPK BAKAL DIPECAT

KPK-BKN Dinilai Tak Gubris Instruksi Jokowi

Nasional | Rabu, 26 Mei 2021 - 09:35 WIB

KPK-BKN Dinilai Tak Gubris Instruksi Jokowi
Kepala BKN Bima Haria Wibisana (kiri) dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan kepada wartawan usai rapat membahas nasib 75 karyawan KPK di Gedung BKN, Jakarta, Selasa (25/5/2021). (FEDRIK TARIGAN/JPG)

Di samping itu, WP KPK juga mempertanyakan sikap ketua KPK. Mereka heran lantaran menilai bahwa Firli Bahuri sebagai orang nomor satu di KPK sangat ingin memberhentikan pegawai KPK yang sudah mengabdikan diri di lembaga tersebut. Terlebih, itu dilakukan lewat tes yang kontroversial.

"Dengan alat ukur yang belum jelas serta proses yang sarat pelecehan martabat sebagai perempuan," bebernya.


Berkaitan dengan nama-nama 51 pegawai KPK yang harus berhenti bekerja dan 24 lainnya, Yudi menyampaikan bahwa data tersebut bisa ditanya langsung kepada Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri. Sementara itu, sampai kemarin malam, Ali belum merespons dan menjawab pertanyaan berkaitan dengan hal tersebut.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan pun ikut buka suara terkait pengumuman yang sudah disampaikan BKN dan pimpinan KPK. Menurut dia, pengumuman tersebut menggambarkan sikap oknum pimpinan KPK yang memaksakan pemecatan 75 pegawai KPK.

"Baik (pemecatan secara) langsung maupun tidak langsung," imbuhnya.

Novel menyatakan, pengumuman itu semakin menunjukkan bahwa TWK hanya dilakukan untuk mengeluarkan pegawai tertentu dari KPK.

"Menggambarkan bahwa TWK benar hanya sebagai alat untuk penyingkiran pegawai KPK tertentu yang telah ditarget sebelumnya," jelas dia.

"Hal ini (pengumuman kemarin, red) mengkonfirmasi dan semakin jelas terlihat bahwa ada agenda dari oknum pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai KPK yang bekerja baik," tambah dia.

Penyidik yang telah menangani berbagai perkara korupsi kelas kakap itu pun menilai, oknum pimpinan KPK tetap melakukan rencana awal untuk menyingkirkan pegawai KPK menggunakan TWK, meski bertentangan dengan norma hukum dan arahan Presiden.

"Upaya pelemahan KPK dengan segala cara ini bukan hal yang baru. Dan penyingkiran pegawai KPK yang ditarget ini bisa jadi merupakan tahap akhir untuk mematikan perjuangan pemberantasan korupsi," bebernya.

Namun demikian, Novel tetap yakin semangat rekan-rekannya di KPK tidak akan padam begitu saja. "Karena memang tidak semua perjuangan akan membuahkan hasil. Tetapi, kami ingin memastikan bahwa perjuangan memberantas korupsi yang merupakan harapan masyarakat Indonesia ini harus dilakukan hingga akhir," jelas dia.

Dengan begitu, kalaupun perjuangan itu tidak berhasil, mereka tetap bisa dengan kepala tegak mengatakan. "Bahwa kami telah berupaya dengan sungguh-sungguh, hingga batas akhir yang bisa diperjuangkan," tutupnya.

Di sisi lain, aktivis antikorupsi turut menyuarakan penolakan atas keputusan yang telah diambil pemerintah. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebutkan bahwa keputusan itu tidak bisa diambil lantaran Komnas HAM tengah menyelidiki dan mendalami dugaan pelanggaran HAM dalam TWK KPK.

"Pemberhentian (51 pegawai KPK) itu merupakan pelanggaran atas hak kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama, dan berkeyakinan," tegasnya.

Dia menegaskan bahwa sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam TWK terkait dengan kepercayaan, agama, dan pandangan politik pribadi tidak ada hubungannya dengan kompetensi mereka sebagai pegawai KPK. Usman pun menegaskan bahwa standar HAM  internasional maupun hukum yang berlaku di Tanah Air, setiap pekerja harus dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensinya.

"Pemberhentian yang dilakukan berdasarkan tes itu jelas melanggar hak-hak sipil para pegawai dan juga hak-hak mereka sebagai pekerja," bebernya.

Untuk itu, pihaknya tegas mendesak pimpinan KPK berhenti memproses pemecatan 51 pegawai KPK tersebut.

"Sambil menunggu hasil penyelidikan Komnas HAM yang sedang berjalan," tambah dia.

Tidak hanya itu, Usman meminta supaya KPK dan semua pihak yang memiliki kewenangan untuk menentukan nasib 75 pegawai KPK itu bersikap transparan. Tidak menutup-nutupi informasi apapun yang mestinya diperoleh publik.

"KPK harus transparan dan memberikan informasi yang jelas kepada publik tentang kriteria yang membuat 75 pegawai ini tidak lolos TWK, maupun apa yang membedakan 51 pegawai yang diberhentikan dengan 24 pegawai yang akan diberikan pembinaan," bebernya.

Kemarin, Komisoner Komnas HAM Choirul Anam sudah melaksanakan rapat internal bersama tim yang dia pimpin dalam rangka menindaklanjuti laporan 75 pegawai KPK. Mereka perlu melakukan itu untuk mendalami laporan yang dibuat oleh Novel Baswedan dan pegawai KPK lain.

"Juga menyusun skema pekerjaannya, apa yang harus dilakukan, siapa yang dimintai keterangan dan sebagainya," terang dia saat diwawancari JPG.

Anam memastikan, pihaknya akan berusaha membuat terang peristiwa dugaan pelanggaran HAM yang dialami puluhan pegawai KPK. Dia juga tegas menyatakan bahwa Komnas HAM bakal menempuh segala upaya untuk menuntaskan pekerjaan mereka. "Semua langkah yang diperlukan untuk membuat terangnya peristiwa itu akan kami tempuh," tegasnya. Termasuk di antaranya memanggil atau mendatangai pejabat-pejabat terkait.

Tidak terkecuali pimpinan KPK, pimpinan lembaga, maupun pimpinan kementerian. "Semua pihak yang terkait, semua pihak yang memiliki rekam jejak dengan peristiwa itu (akan dimintai keterangan)," jelasnya. Komnas HAM juga bakal turun ke lapangan untuk menginvestigasi peristiwa yang dinilai berpotensi menganggu kerja-kerja pemberantasan korupsi di Indonesia.

Bukan hanya memintai keterangan sejumlah pihak, Komnas HAM tidak segan meminta dokumen yang mereka butuhkan kepada KPK maupun instansi lainnya. "Pasti, dokumen-dokumen akan kami minta," ujar Anam.

Meski belum menyebutkan persisnya, dia menyatakan bahwa pihaknya ingin memulai pemanggilan pihak-pihak terkait hal itu secepat mungkin. "Intinya semakin cepat membikin terangnya peristiwa semakin bagus, terangnya peristiwa ini tergantung para pihak," sambungnya.

Untuk itu, sejak awal Komnas HAM meminta supaya semua pihak kooperatif. Mereka harus terbuka dan tidak menutupi-nutupi apapun kepada Komnas HAM. Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa pihaknya tidak melihat dugaan pelanggaran HAM kepada 75 pegawai KPK hanya dari aspek teknis bisa atau tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan.

"Tapi, dilihat dalam konteks yang juga besar. Misalnya kenapa kok ada pertanyaan-pertanyaan model begini, yang disematkan kepada teman-teman pegawai KPK. Kenapa momentumnya kok sekarang, kenapa ini dan sebagainya," beber Anam.(mia/syn/ted)


Laporan: JPG (Jakarta)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook