Karenanya, Permendikbud No 1 Tahun 2021 mendesak untuk segera direvisi. Sehingga, dapat menyesuaikan dengan dinamika di masyarakat. Misalkan soal penentuan zonasi, batasan umur, sertifikat prestasi, dan lainnya. ”Ini menjadi catatan dari KPAI bahwa sistem ini harus segera dievaluasi dan diperbaiki sehingga ke depan tidak terjadi lagi,” tegasnya.
Selain itu, lanjut dia, untuk para pelaku kecurangan harus segera di proses berdasarkan peraturan yang berlaku. Jika tidak maka tak ada efek jera bagi mereka dan akan kembali terulang di tahun berikutnya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama itu juga mendorong, satuan pendidikan melibatkan pihak RT dan RW setempat yang terdekat dengan sekolah dalam pelaksanaan PPDB. Masyarakat juga harus terlibat aktif dalam pengawasan. Dinas pendidikan pun didorong untuk bisa lebih proaktif mengedukasi masyarakat soal PPDB sejak jauh-jauh hari.
”Bila perlu melakukan pendataan, deteksi dini potensi anak yang akan masuk ke sekolah tersebut berapa orang, umurnya berapa, dan seterusnya,” ungkapnya. Hal ini dilakukan dalam upaya sosialisasi. Dengan begitu, masyarakat di sekitar satuan pendidikan paham betul mengenai PPDB zonasi.
Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Natasya Zahra menilai, penerapan sistem zonasi pada PPDB harusnya dilakukan bertahap dengan mempertimbangkan daya tampung sekolah (supply) dan jumlah siswa di daerah tersebut (demand). Kebijakan dapat dimulai dari wilayah-wilayah yang minim ketimpangan supply dan demand-nya.
”Kemudian, ini diiringi dengan perbaikan ketimpangan yang terjadi di wilayah lain,” jelasnya. Dengan begitu, pemerataan sekolah negeri akan berjalan sesuai dengan tujuan tanpa berimbas pada persaingan sekolah swasta.
Implementasi secara bertahap ini, menurut dia, akan tetap menghadirkan unsur kompetisi antar satuan pendidikan. Kompetisi diperlukan untuk meningkatkan efisiensi biaya, mutu, serta mendorong inovasi sebuah produk atau layanan. ”Kompetisi antar sekolah dalam menyediakan layanan pendidikan sangatlah penting bagi pertumbuhan pendidikan itu sendiri,” sambungnya.
Kemudian, terkait pemerataan kualitas sekolah, pemerintah dapat mengintegrasikan data lokal dengan rapor pendidikan yang telah dibuat oleh Kemendikbudristek. Sehingga, identifikasi masalah dapat dilakukan dengan cermat dan dukungan yang diberikan tepat sasaran nantinya.
Kualitas sekolah ini, lanjut dia, tak terlepas dari kapasitas dan kompetensi guru. Karenanya, dia mendorong pemerintah daerah untuk gencar menyediakan berbagai program pelatihan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah.
”Pemerintah daerah juga harus turun tangan untuk mengatasi distribusi guru yang masih terpusat di kota,” ungkapnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan insentif bagi guru untuk mengajar di wilayah tertinggal.
4.791 Siswa Ditolak sejak Awal
Dinas Pendidikan (Dispendik) Jawa Barat menjelaskan kasus pembatalan kelolosan 4.791 siswa dalam PPDB. Dispendik menyatakan, para siswa tersebut sejak awal tidak diterima panitia. Jadi, bukan diterima, lalu dikeluarkan.
Sekretaris Dispendik Jawa Barat Yesa Sarwedi Hamiseno mengatakan, jumlah siswa yang dibatalkan itu merupakan akumulasi dari tahap I dan II. ’’Jadi, yang 4.791 siswa itu bukan sudah masuk, terus dibatalkan, tetapi mereka adalah peserta yang tidak terverifikasi pada saat proses pendaftaran sehingga ke-reject,’’ ujar Yesa saat dihubungi Radar Bandung (JPG), Rabu (19/7).
Permasalahan yang terjadi, menurut dia, adalah dokumen pendaftar tidak sesuai dengan kartu keluarga (KK). Pendaftar tidak memperbaiki dokumen tersebut pada masa sanggah. Selain itu, ada siswa yang tidak mengisi formulir sesuai ketentuan. Itu rata-rata terjadi pada masa pendaftaran tahap pertama.
’’Jadi, ketika memberikan data itu tidak sesuai, seperti pada nilai rapor, mereka mengisinya 9, tapi saat upload rapor ternyata hanya 7. Mereka tidak langsung melakukan perbaikan sehingga akhirnya di-reject (ditolak),’’ jelasnya.
Berdasar data yang dimilikinya, sebanyak 4.791 peserta PPDB itu tersebar hampir di seluruh Kantor Cabang Dinas (KCD) Dispendik Jabar. Data paling banyak ditemukan di KCD 1, 3, 4, dan 9.
Untuk KCD Dispendik Jabar sendiri total ada 13. Setiap kantor cabang memegang beberapa SMA dan SMK di kabupaten/kota. Misalnya, KCD 1 ada Kabupaten Bogor, KCD 2 ada Kota Bogor dan Kota Depok, dan seterusnya. ’’KCD 1 itu total ada 1.635 peserta yang didiskualifikasi. KCD 4 ini ada Karawang, Purwakarta, Subang, ini juga paling banyak,’’ terangnya.(sol/mia/azm/c7/oni/das)
Laporan SOLEH SAPUTRA dan JPG, Pekanbaru dan Jakarta