JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- DPR akhirnya menyerahkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rabu (14/10). Dewan memastikan tidak ada perubahan substansi dalam draf tersebut. Bola UU yang memunculkan kontroversi itu sekarang ada di tangan Jokowi. Draf itu diserahkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
"Ini saya mau meluncur ke Setneg untuk menyampaikan UU Cipta Kerja. Saya sudah berjanji dengan Mensesneg," terang Indra di Senayan, kemarin.
Indra mengatakan, draf UU Cipta Kerja yang dikirimkan ke Presiden berjumlah 812 halaman. "Sama seperti yang disampaikan pimpinan DPR, 812 halaman, tidak ada yang berubah," terang dia.
Dia menegaskan, tidak ada perubahan substansi dalam draf UU Cipta Kerja. Walaupun antara draf yang diputuskan saat rapat paripurna dengan draf terakhir berbeda jumlah halamannya. Menurut Indra, perubahan halaman itu berkaitan dengan teknis penggunaan ukuran kertas. Karena draf terakhir menggunakan kertas legal, maka jumlahnya kecil dibanding draf sebelumnya.
"Itu sudah dijelaskan. Yang berubah hanya jumlah halaman, substansinya tidak ada yang berubah," tegas dia.
Sementara itu, dalam penyerahan naskah UU Cipta Kerja kemarin, Mensesneg Pratikno tidak tampak. Dia diwakili Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian Setneg Lydia Silvanna Djaman.
Penyerahan dokumen UU Ciptaker itu berlangsung cukup lama. Sekitar dua jam. "Sambil dilihat-lihat isinya. Tidak ada masalah," kata Indra Iskandar.
Dia mengatakan, penyerahan dokumen UU ke Presiden atau pemerintah adalah hal biasa. Menurut dia, penyampaian UU Cipta Kerja itu berdasarkan penugasan dari pimpinan DPR. Dia menegaskan bahwa naskah UU Ciptaker sudah diserahkan kepada Kementerian Setneg dan telah diterima dengan baik.
"Dari sisi kami (DPR, red) sudah cukup," katanya.
Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian Setneg Lydia Silvanna Djaman tidak bersedia berkomentar kepada media. Begitupun dengan Fadjroel Rachman selaku Juru Bicara Presiden Joko Widodo juga tidak membalas permintaan wawancara. Juru Bicara Presiden Joko Widodo Bidang Hukum Dini Purwono juga tidak membalas saat dimintai komentar soal proses berikutnya dari UU Ciptaker.
Meski demikian, ternyata anggota DPR belum satu suara. Kemarin, Fraksi PKS masih menyatakan keberatannya terhadap UU ini. Fraksi PKS berniat untuk membentuk tim pemeriksa demi mengantisipasi adanya pasal seludupan dalam UU Ciptaker. Tim pemeriksa merupakan anggota fraksi yang tergabung di badan legislasi dan tenaga ahli fraksi bidang legislasi.
"Bukannya berprasangka buruk atau suudzon, tapi PKS ingin memastikan UU Ciptaker yang diterima Presiden sesuai dengan keputusan rapat paripurna DPR," jelas Anggota Fraksi PKS Mulyanto kemarin.
Sebelumnya, Fraksi PKS juga menyatakan meminta draf lengkap ke Pimpinan Baleg. Lewat tim pemeriksa ini, lanjut Mulyanto, Fraksi PKS akan membandingkan antara isi UU yang dikirimkan ke Presiden dengan draf akhir hasil keputusan Panja. Untuk sementara, FPKS belum bisa mengomentari soal draf akhir UU yang telah diserahkan ke Presiden kemarin.
"Nanti kalau sudah ada draf bersifat resmi dan final, baru akan kami pelajari secara saksama. Kami bandingkan dengan catatan-catatan yang kami miliki selama pembahasan, baik di panja maupun tim perumus/tim sinkronisasi," lanjut anggota Baleg itu.
Minta Pemerintah Akomodir Usulan Buruh
Perwakilan buruh dari Jawa Timur mendatangi kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) kemarin (14/10). Kepada Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD, mereka menyampaikan protes terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Di antara poin-poin yang disampaikan kepada Mahfud, para buruh menyatakan keberatan atas aturan baru terkait ketenagakerjaan.
Jazuli, perwakilan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur menyampaikan bahwa UU Cipta Kerja sudah merampas hak dia dan kawan-kawannya. "Kami merasa hak keperdataan kami dirampas karena soal pesangon misalnya, kesepakatan kami dengan perusahaan sudah jelas dan adil. Kenapa mesti diubah lagi dengan undang-undang (Cipta Kerja) itu," keluhnya.
Ketua DPD SPSI Jawa Timur Ahmad Fauzi turut menyampaikan kekhawatiran para buruh terhadap undang-undang yang baru saja disahkan. Informasi yang beredar, penentuan UMK tidak berpihak pada kaum buruh. "Di sini kami menyuarakan hak sekaligus mendapat penjelasan tentang persoalan tersebut," ucapnya. Dia mengungkapkan, permasalahan buruh masih sering terjadi. Termasuk masalah outsourcing.
Menurut dia, para buruh tidak ingin UU Ciptakerja menambah masalah baru. "Kami berharap, pemerintah mengakomodir hak kelompok buruh," ucapnya.