JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan belakangan menjadi rebutan antara Komisi IX dan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Komisi yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan itu menuding baleg memonopoli rancangan peraturan baru tersebut.
Menurut Irma Suryani, anggota Komisi IX DPR, pihaknya kesal dengan keputusan Baleg DPR. Ia menyebut baleg terkesan memonopoli RUU Kesehatan Omnibus Law. Sebab, pembahasannya tidak mengikutsertakan Komisi IX. Padahal, mereka mempunyai kewenangan di bidang kesehatan. ''Ngawur ini! Omnibus kesehatan kok dimonopoli baleg. Kesehatan mitra Komisi IX kok tidak diajak bicara, ada apa?'' kata Irma, Kamis (19/1).
Menurut Irma, wajar jika Komisi IX marah. Sebab, RUU Kesehatan merupakan domain dari komisi yang bermitra dengan Kementerian Kesehatan. Pasal-pasal dalam RUU itu membahas soal kesehatan. Misalnya, aturan tentang BPJS Ketenagakerjaan. Banyak pasal yang perlu dibenahi. Disinkronkan dengan aturan lain.
Irma menilai baleg seenaknya dan potong kompas dalam pembahasan. ''Yang paham soal ini kan Komisi IX. Kenapa baleg malah monopoli? Pertanyaannya, ada apa ini baleg,'' tegas politikus NasDem tersebut.
Pasal-pasal dalam RUU Kesehatan itu ada yang tidak bisa diutak-atik seenaknya oleh baleg tanpa sepengetahuan komisi terkait. Jika RUU itu nanti disahkan dan ada persoalan di dalamnya, Komisi IX-lah yang akan menjadi sasaran kritik. ''Kami yang bakal di-bully, bukan baleg,'' ungkap Irma.
Karena itu, pihaknya mendesak pimpinan DPR segera turun tangan. Mereka harus memerintahkan Komisi IX untuk membahas RUU Kesehatan. Ia ingin regulasi itu betul-betul bermanfaat dan bisa dipertanggungjawabkan ketika sudah disahkan. ''Jangan sampai malah menimbulkan kegaduhan baru di tahun politik ini,'' pungkas legislator dari Dapil Sumsel II tersebut.
Sementara itu, Baleg DPR pun tidak terima jika dituding memonopoli pembahasan RUU Kesehatan. Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengatakan, RUU itu merupakan usulan baleg. Dengan demikian, tidak benar jika pihaknya disebut memonopoli.(ade/jpg)
Laporan JPG, Jakarta