JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD memastikan bahwa proses hukum atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, terus berjalan. Tidak hanya itu, pemerintah turut memberi atensi terhadap progres implementasi rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
Keterangan tersebut disampaikan oleh Mahfud saat ditanya soal seratus hari tragedi di Kanjuruhan terjadi, Ahad (8/1). Kepada awak media, Mahfud menyatakan, pekan lalu dia sudah menerima kedatangan perwakilan keluarga korban. Mereka datang ke kantor Kemenko Polhukam bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Tidak hanya itu, dia sudah memanggil Polri, Kejaksaan Agung, Polda Jawa Timur, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. ''Dan kami sepakat akan mengakselerasi dan menurut saya hampir semua rekomendasi TGIPF itu sudah berjalan,'' terang dia, Ahad (8/1).
Pejabat asal Madura itu pun membeber beberapa hal yang sudah ditindaklanjuti dari rekomendasi TGIPF. Di antaranya perubahan peraturan dan protokol tetap pengamanan pertandingan sepakbola. Polri telah melakukan perubahan dengan mengadopsi ketentuan dari federasi sepakbola dunia, FIFA. ''Sudah ada aturan yang dibuat Polri berdasarkan rekomendasi TGIPF,'' jelas dia.
Renovasi stadion, lanjut Mahfud, saat ini sudah ada 16 proyek yang sudah berjalan. Tidak sampai di situ, transformasi kepengurusan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) pun berjalan. PSSI, lanjut Mahfud, sudah menjadwalkan pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) pertengahan bulan depan. Dia mengakui, masih banyak yang belum puas atas tindak lanjut tragedi di Kanjuruhan. Salah satunya perwakilan keluarga korban yang datang menemui dirinya. Namun demikian, proses tetap berjalan.
Berkaitan dengan penerapan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam penanganan kasus hukum tragedi tersebut, Mahfud menyatakan bahwa yang berhak menentukan adalah pihak kepolisian. ''Bukan saya, bukan yang minta yang menentukan pasal itu. Ada unsur-unsur di pemeriksaan,'' beber dia.
Hal itu, masih kata Mahfud, bukan soal tawar-menawar. ''Ada yang berteriak itu pelanggaran HAM berat, bukan,'' tegasnya. Mahfud menyampaikan bahwa pelanggaran HAM berat hanya diputuskan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). ''Komnas HAM sudah mengatakan bukan pelanggaran HAM berat. Masa saya membuat keputusan bahwa itu pelanggaran HAM berat,'' ujarnya.
Sementara itu, koalisi masyarakat sipil meminta Komnas HAM untuk menyelidiki kasus Kanjuruhan dengan menggunakan kerangka pelanggaran HAM berat. Sebab, Tragedi Kanjuruhan memiliki potensi untuk dapat disimpulkan sebagai pelanggaran HAM berat mengingat adanya fakta mengenai komando atau pengerahan penggunaan kekuatan oleh institusi keamanan.
''Dalam tragedi ini kami berpendapat ada aktor high level yang harus diminta pertanggungjawabannya secara hukum,'' kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti kepada Jawa Pos (JPG), Ahad (8/1).
Fatia menyebutkan, Komnas HAM sudah sepatutnya menindaklanjuti hasil temuan sebelumnya dengan melakukan penyelidikan pelanggaran HAM berat sesuai UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Masyarakat sipil juga mempertanyakan perkembangan rekomendasi laporan (TGIPF).
Sejauh ini, rekomendasi tersebut belum signifikan direalisasikan. Salah satunya rekomendasi yang mengisyaratkan agar Ketua Umum PSSI dan jajaran Komite Eksekutif mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.(syn/tyo/jpg)