JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pelaporan ke Polda Metro, Kamis (31/8/2017), membuka babak baru perseteruan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman dengan bawahannya, Novel Baswedan.
Hal itu karena Budiman merasa dicemarkan nama baiknya oleh Novel. Aris merasa tersinggung setelah Novel mengirim sebuah email kepadanya. Sebelumnya dilaporkan, ketegangan itu disebabkan oleh Novel yang tidak sepakat kalau Aris mengangkat polisi tanpa proses rekrutmen.
Novel juga tidak sepakat kalau ada penyidik baru yang diminta ke Polri berpangkat AKP sampai Kompol. Dia menilai, cukup sebatas AKP saja. Aris dalam Pansus Angket KPK beberapa waktu lalu mengatakan, kondisi tersebut telah dilaporkan kepada pimpinan KPK, namun tidak ada respons.
Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti, masalah seperti itu sejatinya tidak perlu diumbar ke publik. Terlebih, imbuhnya, tidak ada yang menyalahi ketentuan ataupun perundang-undangan.
"Itu kan sejatinya masalah internal KPK, jangan diumbar ke publik dong, masa’ yang begitu-begitu dibuka ke publik," katanya kepada JawaPos.com, Sabtu (2/9/2017).
Namun, kata dia lagi, bukan hanya KPK. Di semua lembaga diyakininya banyak konflik internal. Akan tetapi, itu bisa diatasi adanya kedewasaan dari orang yang berkonflik. Bahkan di tingkat partai seringkali ada konflik tapi itu semua bisa diatasi.
"Bahkan di tingkat RT dan RW juga ada konflik karena itu hal normal dan biasa saja," sebutnya.
Ray menambahkan, dirinya juga binggung kenapa masalah tersebut juga diumbar ke dalam Pansus Angket DPR, yang menghadirkan Aris Budiman. Bahkan, DPR juga kelihatan tertarik adanya konflik Aris dengan Novel Baswedan.
"Ini kelihatan dijadikan objek dari angket jadi semakin kelihatan ada ketidaksolidan di dalam," tuturnya.
Karena itu, dibutuhkan kedewasaan bagi dua penyidik tersebut dalam menyelesaikan masalah. Pasalnya, konflik seperti itu pasti tidak bisa dihilangkan di dalam tubuh lembaga antirasuah seperti itu. Tantangan seperti itu juga harus bisa diatasi oleh para pimpinan KPK. Karena masih ada kerja-kerja yang lebih penting.
"Nah di situ kedewasaan di uji loyalitasn, kedewasaan, kepemimpinan. Jadi, memang tidak etis diangkat jadi level nasional," tuntasnya. (cr2)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama