JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) merespons tanggapan publik mengenai status Firli Bahuri yang tetap menerima gaji dari negara meski telah diberhentikan sementara oleh Presiden.
Namun gaji Firli dipotong menjadi Rp86 juta lebih. Dalam PP Nomor 82 Tahun 2015 tentang Perubahan PP 29/2006 dijelaskan, Firli menerima gaji beserta tunjangan sebesar Rp99.550.000 per bulan yang diterimanya secara langsung. Namun, jika diakumulasi total dengan tunjangan lainnya, Firli menerima Rp123.938.500.
Maka, meski telah dipotong akibat dirinya tersangka, saat ini Firli tetap menerima bulanan sebesar Rp86.329.000. Namun yang diterima setiap bulan secara tunai sebesar Rp61.940.500. Itu lantaran tunjangan asuransi kesehatan, jiwa dan tunjangan hari tua sebesar Rp24.388.500 dibayarkan langsung ke lembaga terkait.
KPK menyebutkan, Firli tetap mendapat upah lantaran diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK. Sebagaimana Pasal 7 Ayat 3 bahwa ketika pimpinan KPK yang ditetapkan sebagai tersangka dan diberhentikan sementara berhak mendapatkan gaji 75 persen dari total gaji yang diterima langsung.
“Ketentuan-ketentuan tentang pemberhentian sementara memang menyebutkan seperti itu,” ucap Ketua KPK Sementara Nawawi Pomolango, Kamis (30/11). ‘’Masih ada hak-hak tertentu yang diberikan kepada yang bersangkutan. Meski tak semuanya, seperti saat menjabat sebagai pimpinan secara aktif,’’ tambahnya.
KPK Segera Panggil Wamenkumham
KPK juga segera memanggil Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. Keputusan itu usai KPK telah melakukan penggeledahan di wilayah Jakarta terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi itu. KPK telah berkirim surat ke Presiden terkait status kasus yang menjerat Eddy. “Kemarin kepada Direktur Penyidikan saya sudah sampaikan menyangkut soal ini. Bahwa dalam Minggu ini kami akan memanggil yang bersangkutan (Eddy, red),” ucap Nawawi.
Meski begitu, Nawawi seperti tak gegabah soal status Eddy. Dia menyebut, sudah menjadi komitmen KPK, bahwa status tersangka yang bersangkutan akan diumumkan saat konferensi pers.
KPK memastikan kasus tersebut akan terus berlanjut. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap para tersangka sudah ditandatangi. Termasuk memberikan surat tersebut kepada Presiden. “Kemarin saya sudah menandatangani surat tersebut. Malah dua hari lalu sepertinya itu kami kirimkan ke Presiden,” paparnya.
Terpisah, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan surat pemanggilan Eddy ke KPK sudah dikirim. Namun, hingga sore kemarin belum ada konfirmasi yang bersangkutan akan hadir hari ini. “Kemungkinan pemeriksaan dilakukan awal pekan depan,” jelasnya.
Sebelumnya, pada Selasa (28/11) tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan rumah yanh berada di wilayah Jakarta. Rumah tersebut miliki salah satu tersangka yang berasal dari swasta.
“Ditemukan dan diamankan bukti antara lain berupa beberapa dokumen yang memiliki kaitan dengan perkara,” katanya menyebut hasil penggeledahan. KPK segera lakukan penyitaan dan analisis temuan itu. Agar menjadi barang bukti di berkas perkara.
Kemarin, KPK juga memanggil tiga saksi terkait kasus Wamenkumham. Di antaranya Anita Zizlavsky selaku lawyer, Thomas Azali wiraswasta dan Ardiana sekretaris PT Citra Lampia Mandiri.
KPK juga telah mengajukan surat kepada Ditjen Imigrasi untuk mencegah empat orang agar tidak bepergian ke luar negeri. Mereka di antaranya Wamenkumham, pengacara dan pihak swasta.
“Pencegahan kami ajukan untuk waktu selama enam bulan,” paparnya. Terhitung sejak 29 November. Cegah dilakukan agar para pihak tersebut tetap berada di dalam negeri ketika keterangannya dibutuhkan pada proses penyidikan.
Nama Eddy sendiri disebut-sebut telah ditetapkan sebagai tersangka pada 9 November lalu. Saat itu, dalam konferensi pers, Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta menyebut telah menetapkan empat orang tersangka atas dugaan suap dan gratifikasi itu. Tiga orang merupakan penerima duit. Satu orang merupakan pemberi. Nama Wakemkuman terkonfirmasi menjadi salah satu di antara empat orang itu.
Laporan kasus Eddy bermain belakang itu dilakukan oleh Indonesia Police Watch (IPW) pada Maret lalu ke KPK. Eddy diduga menerima duit dari dua asisten pribadinya terkait dengan konsultasi hukum dan bantuan pengesahan status badan hukum. Dengan nominal sebesar Rp7 miliar.(elo/jpg)