LIPUTAN KHUSUS

Bahaya! Inkubasi Virus Kian Cepat

Liputan Khusus | Minggu, 29 November 2015 - 13:23 WIB

Bahaya! Inkubasi Virus Kian Cepat

HIV/Aids adalah penyakit yang tidak ada obatnya. Banyak yang terinveksi. Sebagian mereka bebas menyebarkan kepada siapa saja dengan pergaulan bebas, tapi sebagian yang lain bebas bergaul tanpa menginveksi yang lain.

SEBUT saja namanya Berti, 30 tahun. Ia masih sangat muda. Janda. Asli Pekanbaru. Rambutnya panjang tergerai hingga bawah dada. Lurus. Kulitnya putih bersih. Gempal berisi. Ramah. Senyum selalu membias di ujung bibirnya yang tipis dan merah. Sendal tinggi, celana jins biru dan kaos oblong putih semi abu-abu sore itu, membuatnya terlihat lebih muda dari usianya. Padahal anaknya sudah dua. Berti adalah Pekerja Seks Komersil (PSK) alias wanita panggilan.

Sekilas, Berti sangat sehat dan bersemangat. Tidak terlihat tanda-tanda ada penyakit dalam dirinya. Padahal, ia divonis dokter telah mengidap HIV sejak 2010. Saat itu ia sudah berkerja sebagai PSK. Sekarang  jauh lebih aktif. Siapa saja dilayaninya. Pejabat, pengusaha, kuli bangunan, tauke getah, mahasiswa dan lainnya. Tapi dengan satu syarat, wajib memakai kondom.

Baca Juga :2.900 Warga Pekanbaru Derita HIV/AIDS

Kamis sore (26/11), di salah satu cafe di Pekanbaru, Berti menceritakan segala aktivfitasnya sebagai PSK terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tuntutan ekonomi dan demi hidup lebih baik bersama kedua buah hatinya, menjadi alasan mengapa ia tetap memegang teguh profesi PSK itu. Karena janji dengan Riau Pos, ia langsung bersiap. Wangi tubuhnya menandakan ia siap berkerja sepulang pertemuan itu. Di sebelahnya ada Reno (bukan nama asli) yang divonis mengidap Acquired Immune Deficiency Syndrome (Aids) sejak 13 tahun lalu. Ia seorang ayah bagi keempat anaknya. Seperti Berti, ia juga terlihat santai dan tidak canggung.

‘’Namanya juga profesi, kapan ada panggilan, ya saya datang. Pokoknya ada yang memanggil atau yang mengajak janjian, saya layani,’’ Berti membuka cerita sore itu sambil menyedot pipet jus pokat yang baru saja dipesannya.

Seperti malam sehabis maghrib sehari sebelumnya, tiba-tiba handphone di tangan Berti berdering. Suara lembutnya merayu,  ‘’Siapa, ya? Oh benar, saya Berti. Boleh-boleh. Tidak mahal kok, Mas. Tapi wajib pakai kondom. Tidak bisa. Saya hanya melayani yang mau pakai kondom saja.’’

Setelah dialog panjang, pelanggan tersebut menyetujui persayaratan yang ditawarkan Berti. Setengah jam kemudian, mobil sedan merah berhenti di depan gang rumah Berti di Sukajadi. Ia harus menunggu di depan gang agar keluarganya tidak tahu. Apalagi Berti dan anak-anaknya tinggal bersama mertua selepas suaminya meninggal. Meski profesi itu dijalani sudah bertahun-tahun Berti cukup lihai menyembunyikan pekerjaan aslinya. Apalagi tentang penyakit yang diidapnya. Tak satu pun keluarganya yang tahu.

‘’Malam, Mbak Berti.’’ Pria paruh baya menyapa setelah membuka jendela kaca mobil. Rapi. Setengah botak. Sudah pasti bapak-bapak. Tapi Berti tidak peduli. Ia menyambut uluran tangan tauke getah itu sambil mencium pipinya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook