EKSPEDISI 45 WARTAWAN KE TNBT DAN TNTN (1)

Hirup Oksigen di Paru-paru Dunia

Lingkungan | Jumat, 27 Agustus 2021 - 02:06 WIB

Hirup Oksigen di Paru-paru Dunia
Tim 18 foto bersama staf TNTB di depan pohon marsawa yang berusia lebih 200 tahun di puncak Bukit Lancang, TNTB, Sabtu (7/8/2021). (PWI RIAU FOR RIAUPOS.CO)

Sungguh menakjubkan. Selain besar dan rindang, Marsawa juga berdiri kokoh di tengah puncak bukit, seakan menjadi pelindung bagi pepohonan lain di sekitar Bukit Lancang.


Tidak hanya pohon Marsawa yang menjadi icon Bukit Lancang. Berjarak beberapa meter dari pohon raksasa itu, juga terdapat sebuah batu granit besar yang muncul dari dalam tanah. Bentuknya sangat mirip dengan ikan lumba-lumba, memiliki mulut dan mata berwarna hijau karena telah dipenuhi lumut. Seperti di tengah lautan, batu lumba-lumba tersebut hanya muncul separuh badannya saja.


Usai beristirahat, kami pun kembali turun melewati jalur sebelumnya. Mengingat lokasi terakhir yang dikunjungi yakni air terjun, semangat untuk sampai ke lokasi jadi menggebu-gebu. Jalur turun ini jauh lebih cepat ditempuh.

Bukit Lancang merupakan hutan tropis lebat yang masih asri dengan beraneka ragam flora dan fauna langka, di antaranya terdapat tanaman pohon mersawa berumur 200 tahun. Pohon ini berketinggian mencapai 40 meter dengan batang begitu besar berdiameter lebih kurang 3-4 meter.

Pesona Bukit Lancang begitu menggoda peserta ekspedisi wartawan untuk menjelajahi. Melihat pohon marsawa salah satu tujuan tim 18. Pohon Mersawa ini tumbuh besar dan lingkarannya lebih besar dari pelukan orang dewasa. Hutan yang tidak dirambah memiliki banyak pohon besar yang bermanfaat untuk memproduksi oksigen.

Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan salah satu hutan tropis yang ada di Indonesia. Di mana dalam hutan tersebut banyak terdapat pohon hijau yang rimbun dan lebat.

Peran hutan antara lain sebagai tempat cadangan air hingga sebagai paru-paru dunia.


Hutan memiliki kemampuan untuk melepaskan oksigen, sebuah zat yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Meskipun begitu, tidak semua hutan memiliki kemampuan untuk menjadi paru-paru dunia.

Maka hutan tropis TNBT merupakan salah satu paru-paru dunia. Yang dimaksud dengan paru-paru dunia adalah hutan yang memiliki beragam jenis pohon besar yang dapat menyuplai oksigen ke seluruh dunia.

Selain itu, adanya berbagai jenis pohon juga menyebabkan banyak hewan yang hidup di dalamnya. Dengan demikian, hutan tropis TNBT memiliki keanekaragaman hayati yang besar.

Oksigen merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya.

"Apabila tidak ada pohon, atau pohon di hutan tropis ini terbakar atau ditebang secara liar maka, hutan akan kehilangan fungsinya sebagai penyuplai oksigen bagi makhluk hidup. Itulah mengapa TNBT dikatakan sebagai paru-paru dunia," ujar Kepala Balai TNBT, Fifin Arfiana Jogasara SHut MSi.

Melalui proses fotosintesis, tanaman menggunakan karbon dioksida untuk membuat karbohidrat, cadangan makanan bagi tanaman. Bersamaan dengan terbentuknya karbohidrat, tanaman juga melepaskan oksigen.Dalam sehari, tanaman melepaskan oksigen lebih banyak daripada yang mereka gunakan untuk bernafas.

Banyaknya oksigen yang diproduksi oleh tanaman tergantung pada jenis, usia, ukuran, dan kesehatan tanaman. Pohon dapat menghasilkan oksigen lebih banyak daripada tanaman lainnya, sepeti rumput atau tanaman pangan, karena pohon mengikat atau menyimpan karbon dalam bentuk kayu. Semakin besar pohon, maka semakin banyak juga oksigen yang dihasilkan per tahunnya. Satu pohon rata-rata mampu melepaskan sekitar 130 kg oksigen per tahun. Itu sebabnya hutan disebut sebagai paru-paru dunia.

Fifin juga memaparkan berbagai potensi dimiliki TNBT yang telah mereka kelola dengan baik. Selain flora dan fauna, di TNBT juga terdapat air terjun yang sangat indah. Lokasinya juga tidak jauh dari camp tempat tim ekspedisi menginap.

Camp Granit merupakan salah satu areal di kawasan TNBT yang dimanfaatkan untuk wisata alam. Dengan luas ±23 ha atau 230.000 m², di blok hutan Camp Granit juga banyak terdapat satwa dilindungi.

Keberadaan sejumlah objek wisata itu, menurut Fifin, sebenarnya bisa dijadikan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) peduli dan mau memberikan perhatiannya kepada TNBT.

"Karena TNBT ini milik pemerintah daerah, baik Pemerintah Provinsi Riau maupun Kabupaten Inhu dan Inhil. Sementara Balai TNBT hanya ditunjuk pemerintah pusat sebagai pengelolanya saja. Mudah-mudahan melalui pertemuan ini bisa membuka mata dan kelak ada perhatian serius dari pemerintah daerah terhadap TNBT," harap Fifin.

Kawasan yang memiliki tipe ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah ini memang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati. Hampir seluruh spesies flora dan fauna di Pulau Sumatera, terdapat di kawasan TNBT.

Karena itu, berbagai jenis mamalia yang terancam punah juga ditemukan di TNBT seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatraensis), macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus), tapir (tapirus indicus) dan banyak lagi

Hanya saja, kawasan dengan ketinggian 60 -734 mpdl ini tidak pula sepenuhnya menjadi tempat yang nyaman bagi sebagian satwa mamalia. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) misalnya. Satwa bongsor ini sangat tidak nyaman berada di empat resort TNBT di wilayah Riau

Tidak ada satu titikpun habitat gajah Sumatera di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh khususnya empat resort di wilayah Provinsi Riau. Empat resort TNBT di Provinsi Riau yakni Resort Lahai, Resort Siambul, Resort Talang Lakat dan Resort Kritang. Dari empat resort TNBT di Provinsi Riau dengan luas 108.185 hektare ini, tidak ada kawasan yang menjadi habitat gajah Sumatera.

"Gajah tidak nyaman di kawasan ini. Karena kawasan ini didominasi kontur perbukitan. Kalaupun ada kawanan gajah keluar dari jalur jelajah lalu memasuki kawasan ini, itu hanya sebentar. Jika nanti teman-teman dikejar gajah harus lari ke perbukitan ya," pesan Fifin.***

Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook