Udara dingin menyentuh lembut pipi yang telanjang. Hembusan nafas meninggalkan kepulan asap, tangan pun bersidekap membentengi diri. Segar..sangat segar, nafas terasa longgar. Berkali-kali dihirup semakin lega pernafasan. Pandangan diedarkan ke sekeliling hutan lebat dan hijau bak hamparan permadani menyejukkan.
Laporan: Henny Elyati (Rengat)
GELAP berangsur menghilang, terang merayap menyapa, gumpalan-gumpalan awan masih menyisa di lembah kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), Camp Granit di Desa Talang Lakat, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Inhu, membuatnya seakan-akan menjadi negeri di atas awan.
Hari masih pagi, namun aktivitas para wartawan di Camp Granit sudah hiruk-pikuk, Sabtu (7/8/2021). Aktivitas dipercepat karena ada kegiatan mendaki dan menjelajahi Bukit Lancang.
Tidak main-main, untuk bisa sampai ke sana diperlukan fisik yang prima karena Bukit Lancang memiliki ketinggian 500 mdpl ini bisa ditempuh 1,3 jam dengan jalan kaki, belum lagi sudut pendakian dengan kemiringan 45 derajat membuat pernafasan ekstra berat sehingga waktu tempuh pun semakin lama.
Sebanyak 45 wartawan dari berbagai media yang tergabung di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau melakukan ekspedisi selama tiga hari, Jumat-Ahad (6-8/8/2021) ke Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) sempena HUT ke-64 Riau dan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) ke-12.
"Dengan semangat peduli lingkungan, maka ekspedisi ini diberi tema Wartawan Peduli Taman Nasional. Semula, ada 50 lebih peserta yang menyatakan siap untuk ikut dalam kegiatan ini. Namun, beberapa di antaranya mengundurkan diri karena sesuatu hal dan terakhir tinggal 45 orang," kata Ketua PWI Riau H Zulmansah Sekedang,
Dari 45 orang ini dibagi menjadi dua tim. Tim satu berjumlah 18 orang mengambil jalur panjang yakni mendaki Bukit Lancang sedangkan sisanya tim kedua dengan jalur pendek.
Untuk bisa masuk ke tim satu tidak ada kriteria khusus, seluruhnya diserahkan kepada peserta untuk memilih jalur mana tentunya dengan mengukur kemampuan diri.
Berhubung tim 18 jalur panjang tentunya aktivitasnya dimulai jauh lebih pagi. Ya, tim sudah bergerak dari Camp Granit pukul 07.00 WIB menuju Bukit Lancang. Namun sebelum memulai pendakian, tim diajak terlebih dahulu melihat telaga teduh. Hemmm.. benar-benar teduh berada di sana, semakin lama semakin terasa keteduhannya.
Perjalanan ke Bukit Lancang dimulai saat mendaki tebing yang cukup tinggi. Terdapat 80 anak tangga yang harus dilewati, medan awal sudah cukup berat sebenarnya. Karena itu, pemandu rombongan dari staf TNTB Andi Moenandar mengingatkan peserta bila tak sanggup boleh berhenti sampai di sana dan kembali ke camp karena medan yang bakal ditempuh jauh lebih berat.
"Bagi teman-teman yang mau kembali ke camp kita persilakan. Perjalanan masih panjang dan lebih berat," ingat Andi.
Rombongan tim 18 ini sebagian besar sudah berumur, namun semangat yang menyala-nyala membuat tak satupun dari tim yang mundur walaupun dua di antara tim sudah "kepor" duluan.
"Aku terus saja, penasaran mau lihat pohon marsawa. Penasaran seperti apa pohon itu. Pelan-pelan saja jalannya yang penting harus sampai," ujar Wiwik, wartawan Riau Pos.
Demikian Jonathan Surbakti, wartawan spiritriau.com yang sudah pucat dengan nafas tersengal-sengal. Belum lagi beban kamera di pundaknya yang cukup berat membuatnya semakin sulit.
"Di darat bolehlah kita sombong, anggap enteng semuanya. Tapi saat di sini rupanya awak tak ada apa-apanya," kata Jhonatan.
Wiwik yang sering kram tak patah semangat, bahkan untuk berjalan sesekali harus dipapah. Jhonatan akhirnya menyerah tak mampu membawa beban. Tas ransel berisi kamera dilimpahkannya ke staf TNTB lain yang mendampingi.
Mengingat medan makin berat, Andi pun membuat tongkat dari batang kincung. Hampir semua peserta dibekali tongkat yang menjadi penopang saat melangkah. Tongkat ini sangat diperlukan saat melewati tanjakan muntah dengan kemiringan 45 derajat yang sangat menguras tenaga dan harus berjalan ekstra hati-hati dikarenakan tumpukan daun di tanah menambah kesulitan untuk berjalan.
Selain jalan yang dilalui terjal dan licin, melompat anak sungai serta pohon, juga harus menghadapi serangan mendadak dari tawon yang sempat menyengat salah seorang peserta dan pemandu yang menimbulkan rasa sakit dan bengkak. Para peserta yang telah bercucuran keringat, berapa kali beristirahat sebentar melepas lelah guna memulihkan tenaga kembali.
Setelah melompati parit kecil yang dialiri air jernih, mata langsung tertumbuk di papan nama milik Balai TNBT bertuliskan, ‘’Demplot Tumbuhan Langka Bunga Bangkai (Amorphophallus sp.) seluas satu hektare.’’
Salah seorang petugas Balai TNBT yang menemani tim 18 adalah pakar Bunga Bangkai. Dia memperlihatkan beberapa tumbuhan kecil cikal bakal bunga bangkai di sekitar demplot (demonstrasi plot).
Di tengah perjalanan, Andi juga memperhatikan anakan pohon pasak bumi atau tongkat ali (eurycoma longifolia) yang terkenal berkhasiat sebagai afrodisiak, dianggap sebagai jamu untuk kejantanan pria. Kami pun diminta mencicipi daunnya yang terasa pahit.
Setelah hampir dua jam menempuh pendakian, akhirnya tim pun sampai di puncak Bukit Lancang. Kelelahan langsung terobati ketika melihat sebatang pohon raksasa bernama pohon marsawa yang diprediksi telah berusia sekitar 200 tahun.
"Inilah pohon Marsawa itu. Tingginya diperkirakan sekitar 40 meter. Usianya diperkirakan sekitar 200 tahun. Dan, bisa jadi pohon ini terbesar di sini. Banirnya sangat besar dan butuh 12 orang baru bisa memeluknya dengan cara merentangkan tangan. Nanti kita coba beramai-ramai memeluknya," ucap Andi Moenandar yang sejak awal terus saja memberikan penjelasan mengenai flora dan fauna selama perjalanan.