Laskar Penakluk Api dari Titik Equator

Lingkungan | Minggu, 18 Oktober 2015 - 13:50 WIB

Laskar Penakluk Api dari Titik Equator

Diakuinya, tugas memadamkan api ini cukup berat. Tetapi, kendati berat, mereka mulai terbiasa menggunakan peralatan yang disediakan bagi MPA, mulai dari mesin Robin sampai selang-selangnya. Dengan bekal pemahaman dan ilmu yang sudah diberikan Tim Fire Fighter dari PT SLS, pihaknya bisa cepat mengatasi asap ini.

Baca Juga :PS Siak Juara Liga 3 Riau 

“Kendati lelah, tapi dengan kebersamaan, semuanya akhirnya bisa tersenyum. Kalau ada yang mengantarkan makanan, terbayar penat rasanya. Kadang makan hanya dengan daun tenggek burung dari hutan pun enak,” ujar Sukar.

Untuk antisipasi ke depan, ujar Sukar, adanya dam atau sekat kanal sangat penting. Dengan adanya dam, maka beberapa kawasan yang biasanya terendam air dan aman dari kebakaran lahan tetap akan aman, karena gambutnya terendam air. Jika hujan, air dialirkan. Tapi saat kering, dam ditutup sehingga air tetap bisa menggenangi lahan gambut. Kondisi sekarang, ada Sungai Benduang dan Sungai Kerumutan yang bertemu di Desa Tanjung Kuyo. Saat air tinggi, sebagian kawasan gambut di desa ini tergenang hingga satu setengah meter. Kawasan ini pun tak bisa ditanami karena berawa-rawa basah. Airnya juga masuk ke kanal yang dibuat. Tapi saat kering, dua sungai itu ikut surut, begitu juga kanalnya. Maka gambutnya pun kering dan mudah terbakar.

“Perlu sekat kanal di sini, paling tidak di empat titik untuk antisipasi,” ujar Sukar.

Api Terbang hingga Piket 24 Jam

Kisah tak kalah heroik dalam pemadaman kebakaran lahan terjadi di Desa Mak Teduh, Kecamatan Kerumutan. Para laskar penakluk api di desa yang tak jauh dari Tanjung Kuyo —kendati sudah beda kecamatan ini— bekerja keras melawan api pada 18 September lalu. Ada  beberapa hektare lahan yang terbakar di desa ini. MPA Desa Mak Teduh pun harus kerja ekstra keras memadamkannya. Tak hanya MPA, warga pun ikut bersama-sama memadamkan api.

   Di desa ini, selain api yang bisa merayap di dalam tanah, ada juga api yang bisa berpindah karena diterbangkan angin. Jamal, Koordinator MPA Mak Teduh mengakui hal itu, seperti disampaikan juga Sekretaris Desa Mak Teduh, Suryadi. Biasanya, “api terbang” itu terjadi ketika ada daun mengkuang ladang atau daun pandanan terbakar. Jika ada angin kencang, daun ini akan diterbangkan dan tetap akan menyala di udara. “Api terbang” ini dapat sangat banyak dan di malam hari akan terlihat berkerlip-kerlip indah bak kunang-kunang merah, tapi sangat berbahaya.

   “Api ini bisa melompati sungai dan menyebabkan kebakaran di wilayah lain yang jaraknya mencapai 100 meter dari lokasi awal. Ini yang menyebabkan kebakaran bisa meluas,” ujar Suryadi.

   Beratnya medan ini dihadapi pihak MPA dengan kerja keras. Tapi jika kebakaran makin parah, masyarakat pun ikut membantu memadamkan api. Kadang para lelaki dewasa yang turun memadamkan api bisa mencapai 50 orang dalam satu shift pemadaman.

Pihak MPA bersama kelurahan membagi piket pemadaman selama 24 jam nonstop. Ada 6 RT di tempat ini. Warga dua RT pertama (1-2) mendapatkan shift pemadaman mulai pukul 8.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB atau selama 12 jam. Jumlahnya 50 orang. Tim ini diganti warga RT 3-4 yang bertugas malam hari pukul 20.00 WIB hingga pukul 8.00 WIB hari berikutnya dengan jumlah anggota yang sama. Setelah itu, tim ketiga dari RT 5-6 yang menggantikan, dan begitu seterusnya. Ketika itu, pemadaman nonstop dilakukan hingga tiga hari. Beberapa hari berikutnya, pemadaman tetap tak dilakukan, tapi tak lagi nonstop 24 jam.

“Penggerak utamanya tetap anggota MPA karena mereka yang sudah terlatih. Tapi masyarakat membantu,” ujar Suryadi.

Kebanyakan lahan yang terbakar di tempat ini adalah perkebunan sawit KKPA milik masyarakat. Dengan demikian, tak mungkin masyarakat yang membakarnya karena kebun itu adalah aset mereka, dan mereka berkepentingan menjaganya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook