TERUTAMA JIKA MELANTAI DI BEI

Standar Penanganan Korupsi Korporasi Perlu Diperbaiki KPK, Ini Saran Pengamat

Hukum | Kamis, 31 Agustus 2017 - 17:00 WIB

Standar Penanganan Korupsi Korporasi Perlu Diperbaiki KPK, Ini Saran Pengamat
Ilustrasi. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan korporasi sebagai tersangka korupsi mendapat apresiasi banyak pihak. Hal itu dikatakan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar.

Akan tetapi, lembaga antirasuah juga harus memperhatikan dampak pada perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka. Terutama, apabila status perusahaan tersebut adalah perusahaan terbuka yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Baca Juga :Menurut Mantan Penyidik KPK Inilah Empat Kriteria Pengganti Firli Bahuri

”Jika KPK banyak bicara tentang penyitaan dan sebagainya bisa membuat kepercayaan publik jatuh, apalagi itu perusahaan terbuka, akan merusak citra perusahaan dan membuat kerugian besar. Yang begitu-begitu harus dipikirkan,” katanya.

Karena itu, dia mendorong KPK agar memperbaiki standar proses penanganan kasus korupsi untuk pidana korporasi, yaitu bagaimana agar pidana korporasi tidak sampai merusak bisnis perusahaan. Termasuk standar perusahaan dapat ditetapkan sebagai tersangka korupsi korporasi. Sebagaimana diketahui, satu perusahaan yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka korporasi adalah PT Nusa Kontruksi Enjiniring (Tbk), dahulu PT Duta Graha Indah (DGI).

Adapun DGI merupakan tersangka korporasi pertama sejak diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Diduga, DGI melakukan tindak pidana suap terhadap mantan anggota DPR RI dan mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazarudin dalam proyek pembangunan rumah sakit Universitas Udayana, Bali pada tahun 2009-2010.

Nazarudin sendiri merupakan terpidana korupsi terkait berbagai proyek pemerintah. Melalui grup Permai miliknya, Nazarudin yang menguasai badan anggaran di DPR RI ketika partai Demokrat berkuasa, menebar lebih dari 160 proyek pemerintah kepada BUMN dan swasta. Sebagai imbal balik, Nazarudin mengutip uang kompensasi antara 20-40 persen dari nilai setiap proyek.

Zainal sendiri meminta KPK tidak berhenti di kasus DGI. Menurutnya masih banyak kasus suap yang ditangani KPK saat ini melibatkan korporasi. Ada perusahaan yang dibuat untuk korupsi atau corruption vehicle, tetapi belum ditetapkan sebagai tersangka. Namun, itu sebaiknya ditanyakan kepada KPK karena mereka yang lebih tahu dapur penyidikan.

”Kalau dulu KPK belum pede menjadikan tersangka korporasi karena belum ada aturannya,” jelasnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook