JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Pol Aris Budiman menunjukkan sikap blak-blakan saat dengan mendatangi Pansus Angket KPK di DPR.
Sebab,diketahui bahwa kedatangannya itu tanpa restu dari pemimpinnya di komisi antirasuah. Akan tetapi, perintah itu dilanggarnya demi membela nama baik dan integritasnya yang "dikoyak" teman sendiri.
"Sepanjang karier saya, ini pertama kali saya membantah perintah pimpinan," katanya dengan lugas ketika bersaksi di hadapan Pansus Angket KPK di Kompleks Parlemen jelang tengah malam, Selasa (29/8/2017).
Adapun keberaniannya membangkang itu berujung pada konsekuensi. Itu karena Juru Bicara KPK Febri Diansyah semalam mengatakan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan sanksi untuk Aris. Seakan teguh terhadap pendiriannya, Aris mengatakan berani menanggung risiko tersebut.
Bahkan, dia menilali kehadirannya di Pansus Angket KPK adalah legal. Jikalau nantinya dipecat dari KPK, dia malah bertanya balik kepada pimpinan di sana apakah salah dengan kedatangannya. Pasalnya, sejumlah ahli mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan pansus legal.
Terlebih, Mahkamah Konstitusi (MK) belum memtuskan bahwa kegiatan Pansus Angket KPK tidak dibenarkan.
"Kalau mau mengeluarkan saya, serahkan saja saya ke Pak Kapolri. Saya tidak menyesal," ucapnya.
"Saya siap (dipecat)," sebutnya menjawab pertanyaan salah satu pansus mengenai sanksi pemecatan.
Yang disampaikan Aris memang begitu mencengangkan. Akan tetapi, penyampaiannya tetap dilakukan dengan berhati-hati agar tidak keluar dari koridor yang berkenaan dengan perkara atau kasus hukum di KPK. Bahkan sesekali dia enggan menjawab pertanyaan anggota pansus bila itu menyinggung ke salah satu perkara.
Demikian halnya saat dia enggan menyebut nama orang-orang yang menyerangnya secara personal di KPK. Aris hanya bisa menjawab "iya" ketika Pansus Angket KPK menegaskan apakah orang tersebut adalah Novel Baswedan dan Ambarita Damanik atau menggunakan kata penyidik sebagai penggantinya.
Dalam pengakuannya secara terbuka kepada pansus, pria yang mengawali karier kepolisiannya di Papua itu mengatakan, di KPK ada semacam persaingan. Bahkan bisa disebut dua kubu. Itu diketahuinya setelah kebijakannya untuk merekrut penyidik Polri berpangkat AKP dan Kompol ditentang.