Persyaratan yang dibuatnya melalui rapat dengan deputi untuk dikirimkan ke SDM Polri diam-diam diubah. Adapun surat permintaan penyidik yang disampaikan hanya meminta perwira setingkat AKP. Tentu, hal tersebut membuatnya geram bukan kepalang. Hingga akhirnya ada sebuah e-mail dari seorang penyidik yang belakangan diketahui adalah Novel, berisi penghinaannya secara personal sebagai Direktur Penyidik KPK.
Hingga akhirnya satu hari sebelum peristiwa itu kadaluarsa, Aris melaporkan hal tersebut ke Bareskrim Mabes Polri setelah dia tidak mendapat respon pasti atas laporannya di internal KPK. Tak henti di situ, belum lama ini, dirinya kembali diserang. Kali ini melalui potongan rekaman berita acara pemeriksaan (BAP) Miryam S Haryani yang sengaja ditampilkan bagian nama dia disebut-sebut meminta uang senilai Rp2 Miliar ke anggota Komisi III DPR.
Tak ayal, marahnya bukan kepalang. Aris menegaskan dirinya tidak pernah meminta apapun kepada pihak yang berperkara. Dia mengatakan, tawaran lebih besar dari Rp 2 miliar pernah menghampirinya namun ditolak mentah-mentah demi menjaga integritasnya. Merasa membangun karier dari bawah, dari ujung Indonesia, Marauke tepatnya, Aris tidak pernah mau macam-macam.
Dia tidak pernah meminta tolong siapapun demi mencapai kariernya saat ini. Semuanya dilalui dengan proses. Menjaga nama baik diri, institusi, dan anak buahnya di Polri menjadi hal utama.
"Tidak mungkin saya khianati, tidak mungkin saya khianati mereka," tegasnya dengan nada sedikit lirih.
Demikian halnya dengan KPK. Dia menegaskan bahwa lembaga tersebut merupakan lembaga terhormat. Masih banyak karyawan yang bekerja setulus hati guna membersihkan Indonesia dari korupsi. Namun, ada oknum yang merusak citranya.
Oleh sebab itu, dengan kedatangannya diharapkan agar ada perbaikan supaya KPK benar-benar menjadi lembaga yang bersih.
"Ini lembaga luar biasa, harapan bangsa Indonesia, perbaiki lembaga kita. Kalau masih ada seperti ini, maka akan tetap seperti ini ke depan," tuntasnya. (dna)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama