Sebelumnya, sumber JPG di internal KPK membeberkan bahwa ada dugaan uang puluhan miliar dari Kotjo yang mengalir ke Setnov. Uang itu diduga berkaitan dengan bisnis “jualan pengaruh” Setnov saat menjabat sebagai anggota DPR. Saat ini, Setnov tengah menjalani hukuman penjara di Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Bandung untuk kasus korupsi ijon proyek e-KTP.
Dengan ditetapkannya Idrus Marham sebagai tersangka oleh KPK, peluang mengungkap dugaan aliran uang untuk Setnov terbuka. Setidaknya, KPK bisa menelusuri indikasi itu untuk memperkuat rencana penanganan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) Setnov. Terkait hal itu, Maqdir juga belum bisa memberikan tanggapan. “Saya juga tidak tahu masalah itu,” terang advokat senior ini.
Proyek Listrik 35 Ribu MW Jalan Terus
Kasus korupsi proyek PLTU Riau-1 dipastikan tidak akan mengganggu jalannya proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (mw). Sebab, proyek PLTU yang menyeret mantan Mensos Idrus Marham itu tidak termasuk dalam mega proyek yang dicanangkan Presiden Jokowi tersebut. Direktur Bisnis PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara Djoko Rahardjo Abu Manan menuturkan bahwa proyek PLTU Riau-1 tersebut masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPLT) 2018 atau yang baru saja direncanakan.
“Sementara proyek 35 ribu MW itu masuknya RPLT tahun 2014. Berdasarkan Perpres Nomor 4 Tahun 2016, mega proyek ini harus dirampungkan tahun depan. Sehingga,tidak berkaitan dengan PLTU Riau-1 ini,”ujar Djoko pada Koran ini, Sabtu (25/8).
Djoko melanjutkan RUPTL tersebut selalu bertambah setiap tahunnya. Karena keperluan akan listrik terus meningkat seiring dengan meningkatkan populasi penduduk Indonesia. Nah, proyek Riau-1 merupakan RUPTL yang ditambahkan pada tahun ini. Proyek tersebut direncanakan akan mulai beroperasi pada 2024. “Jadi sekali lagi, kasus PLTU Riau-1 ini tidak akan menghambat jalannya proyek 35 ribu MW yang sudah berjalan dan sekarang kontraknya sudah 32 ribu MW,”imbuhnya.
Sekretaris Perusahaan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Muhammad Bardan mengungkapkan, dengan adanya kasus korupsi yang menyangkut proyek PLTU Riau-1 tersebut, maka proyek tersebut diputuskan untuk ditunda. Senada dengan Djoko, pihaknya juga meyakini bahwa penundaan pengerjaan proyek PLTU tersebut tidak memberikan dampak signifikan bagi proyek 35 ribu MW yang tengah berjalan.
“Kayaknya ini masih konsentrasi di permasalahan hukumnya ya mas. Jadi proyek masih tertunda. Saya rasa tertundanya proyek ini terhadap target 35 ribu MW, tidak akan berdampak. Karena masih ada proyek lainnya? Justru yang mungkin akan berpengaruh adalah kebijakan pemerintah yang akan mengevaluasi ulang beberapa proyek infrastruktur karena dampak ekonomi global,”jelasnya pada Koran ini, kemarin.
Bardan mengungkapkan, proses pengadaan PLTU tersebut awalnya berasal dari penunjukan PLN pada pihaknya untuk menggarap proyek ini. Kemudian ditunjuk Blackgold Natural Resources (BNR) untuk menggarap proyek tersebut. BlackGold adalah perusahaan tambang batu bara multinasional yang diduga memberi suap Rp 4,8 miliar kepada tersangka kasus tersebut Eni Maulani Saragih. Namun, dia menekankan bahwa penunjukan BNR hanya merupakan implementasi dari Permen ESDM No. 09/2016.
“Di mana dalam Permen disebutkan pemilik tambang wajib menjadi pemegang saham minimal 10 persen di perusahaan PLTU Mulut Tambang. Sedangkan penunjukan BNR selaku perusahaan tambang bukan domain PJB,”ungkapnya.
Selain BNR, pengerjaan proyek juga ditangani oleh China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC). Menurut Bardan, penunjukan CHEC tersebut sudah sesuai aturan yang berlaku di PJB. “Yaitu sudah melalui desk study yang merupakan assessment terhadap partner yang meliputi pengalaman, reputasi dan kemampuan pendanaan,”imbuhnya. Sebagai informasi, proyek PLTU Riau 1 dikerjakan oleh Konsorsium yang terdiri dari PJB, BNR, PT PLN Batubara (PLN BB), dan CHEC.(idr/tyo/byu/ken/jpg)