Untuk memuluskan rencana tersebut, pada Mei 2017, Sugito bertemu Rochmadi di ruang kerjanya untuk menanyakan soal hal "atensi" tersebut. Rochmadi meminta uang tersebut diberikan lewat Ali. Pertemuan itu dilaporkan ke Anwar dan dibicarakan dengan Kepala Biro Keuangan.
Sugito kemudian mengumpulkan para sekretaris direktorat, badan dan Inspektorat bersama Kepala biro keuangan atas sepengatahuan Anwar. Dia meminta iuran yang totalnya Rp200 sampai Rp300 juta. Pertemuan tersebut kemudian dipimpin oleh Jarot.
Usai uang terkumpul dari sembilan Unit Kerja Eselon 1 (UKE 1), Sugito menyampaikan ke Ali bahwa uang yang terkumpul akan diserahkan Jarot. Uang Rp 200 juta tersebut untuk Rochmadi dan bakal diserahkan lewat Ali.
Pada 10 Mei 2017 sore, Ali menerima uang Rp200 juta dari Jarot. Ali meminta Choirul membawa uang yang disimpan dalam tas ke brankas ruangan Rochmadi. Dalam sidang Badan atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT TA 2016, terdapat temuan jumlah besar dan berulang pada 2015 soal pertanggungjawaban Pembayaran Honororium dan Bantuan Biaya Operasional kepada Tenaga Pendamping Profesional tahun 2016.
"Sebesar Rp550.467.601.225, di mana pihak Kemdes PDTT belum seluruhnya melaksanakan rekomendasi," terang jaksa.
Adapun Sugito meminta Jarot menyerahkan sisa uang sebesar Rp40 juta dari setoran UKE 1 ditambah uang pribadi Jarot ke Ali. Uang sendiri diserahkan pada 26 Mei 2017. Namun naas, usai uang diserahkan, dua Auditor BPK dan Jarot dicokok petugas KPK.
Atas perbuatannya, Sugito dan Jarot dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (put)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama